Sejarah
dan Sepak Terjang Penerbit Bentang Pustaka
Oleh
Nita (3186)
Bentang Pustaka Berdiri
pada 1994, dahulunya penerbitan ini bernama Bentang Budaya yang didirikan
buldanul Khuri bersama tiga sahabatnya. Perseroan ini dikerangkakan bergerak di
bidang desain grafik, percetakan, dan penerbitan. Dengan sinergi tiga bidang
kerja yang saling berkaitan ini, ada harapan bahwa apa yang sudah dikerjakan
oleh Buldan dan kawan-kawannya bisa berkembang lebih maju dan terarah. Karena
satu dan lain hal, dalam bahasa Buldan dunia bisnis yang ruwet, perseroan ini
mengalami perpecahan. Buldan kemudian berdiri sendiri dalam menangani bidang
penerbitan, dengan tetap membawa nama Bentang yang dicetuskannya.
Personalitas
dan Elan Vital Kreativitas
Bentang Budaya adalah
suatu lembaga penerbitan yang memilih tema-tema utama di seputar seni-sastra-budaya-filsafat.
Buldan menandaskan bahwa pilihan aktivitasnya di dunia perbukuan tidak pernah
diniatkan untuk tujuan bisnis. Apa yang diterbitkannya melalui Bentang adalah
berdasarkan pada minat dan impian-impian personalnya, demikian juga dengan
keseluruhan segi dari keberadaan lembaga penerbitan ini. Dari semenjak
pemilihan naskah, keredaksian, artistik, percetakan, sampai paskaproduksi,
kesemuanya dikonsep dan diimplementasikannya sendiri. Dalam pemilihan naskah,
misalnya, kenangan dan kesenangannya membaca karya-karya sastra, budaya, dan
filsafat membuat dirinya memiliki semacam standar subjektif atas laik-tidaknya
suatu naskah dipilih untuk diterbitkan. Pegangannya adalah apakah ia suka atau
tidak, merasa cocok atau tidak, terhadap satu naskah. Miinat dan kesukaan ini
bisa dikarenakan orisinalitasnya, nilai pentingnya, inovasi dan
kontekstualitasnya, atau bahkan keklasikannya. Baginya, selera personal semacam
ini bukanlah sesuatu yang ganjil dan terasing; ia meyakini bahwa akan ada orang
lain, banyak orang lain yang juga memiliki selera yang sama. Setidaknya, ketika
suatu naskah bisa terbit dalam bentuk buku, ia bisa memiliki kepuasan dan
kebanggaan bagi dirinya sebagai pribadi.
Di bidang keredaksian,
ia melihat betapa dunia akademik dan teoretis, bangku perkuliahan, tidak cukup
signifikan untuk dijadikan pegangan atas kemampuan seseorang. Ia lebih percaya
keahlian di bidang ini hanya bisa diperoleh dalam praktek di lapangan dengan kata
lain, koreksi, editing, penyuntingan, dan hal-hal yang berkaitan dengan
keredaksian ini berkaitan dengan ketekunan dan keseriusan dari mereka yang
menggelutinya. Tanpa ketekunan dan keseriusan, kecintaan terhadap profesi,
seorang korektor atau editor hanya akan menjadi tukang, sesuatu yang mesti
dihindari di dunia perbukuan yang kental dengan nilai intelektualitas dan
estetika.
Menelaah Bentang mau
tidak mau harus menyebutkan satu pencapaiannya yang paling teruji dan menjadi
ikon dari penerbitan ini, yakni desain cover. Aspek artistik buku ini bisa jadi
merupakan salah satu aspek terpenting yang membuat Bentang bisa bertahan dan
berkembang sampai sekarang. Buldanul Khuri, bersama Si Ong Harry Wahyu, adalah
nama yang telah berkibar tinggi sebagai perancang sampul mumpuni. Sebagaimana
telah dibahas pada Matabaca Vol.1/No.2/September 2002, dua orang ini, terutama
melalui buku-buku terbitan Bentang, telah membuka cakrawala yang menyegarkan
dengan menempatkan desain artistik sebagai bagian penting yang membuat buku
menarik minat pembaca dan menciptakan citra khusus terhadap penerbit. Meski
secara jujur Buldan menyatakan bahwa apa yang telah dilakukannya dalam
pengolahan desain cover ini diilhami oleh kekagumannya atas sampul buku-buku
Pustaka Jaya di era 1970-an, dalam konteks kekinian Bentang dapat dicatat
memunculkan trend desain cover khas Yogyakarta. Ciri khas buku dari
penerbit-penerbit Yogya, dan bahkan merambah ke penerbit-penerbit di luar
Yogya, adalah desain sampul yang tak ubahnya karya rupa, dari objek visual,
tipografi, huruf, tata-ruang, maupun tampilan buku sebagai keseluruhan.
Tetapi penerbitan ini tidak berjalan lancar . Bentang
Budaya yang pada masa reformasi mengalami fase penurunan dalam hal produksi
buku di karenakan pada masa itu banyak penerbit buku yang bediri dan cukup
berkembang, hingga akirnya Bentang Budaya tidak memproduksi buku kembali .
Pada tahun 2004 Bentang Budaya bergabung dan
diakuisisi oleh salah satu penerbit besar lainnya dari bandung, Mizan. Dan resmi berganti nama
menjadi Bentang Pustaka. Sejak itu Bentang Pustaka telah menerbitkan karya-karya
penulis Indonesia seperti Sapardi Joko Damono, Garin Nugroho, Kuntowijoyo,
Ramadhan KH, Seno Gumira Ajidarma, Rendra, Budi Darma, dan Putu Wijaya.
Bentang juga
menerbitkan karya penulis-penulis dunia seperti Umberto Eco (The Name of The
Rose, Baudolino, Foucault Pendulum, & Prague Cemetery), Truman Capote (In
Cold Blood), Vikas Swarup (Six Suspects), Brian Selznick (Invention of Hugo
Cabret), Walter Isaacson (Steve Jobs, Einstein).
Buku-buku Bentang yang
berhasil menjadi best seller di antaranya adalah karya-karya Andrea Hirata
(tetralogi Laskar Pelangi, Cinta dalam Gelas, Padang Bulan, Sebelas Patriot),
Dewi Lestari (Perahu Kertas, seri Supernova, Madre, Filosofi Kopi, Rectoverso),
Andy F. Noya (seri Kick Andy & Heroes), Trinity (seri The Naked Traveler),
Claudia Kaunang (seri Panduan Traveling Murah), Langit Kresna Hariadi
(Majapahit), Tasaro (seri Muhammad).
Penulis-penulis
Indonesia lainnya yang pernah bekerja sama dengan Bentang di antaranya: Agus
Noor, Sanie B. Koencoro, Tan Lio Ie, Pandji Pragiwaksono, Billy Boen, Wahyu
Aditya, Soleh Solihun, Sujiwo Tejo, Wahyu Aditya.
Penulis-penulis luar
negeri yang karyanya pernah terbit bersama Bentang di antaranya: John Wood,
Greg Iles, Tony & Maureen Wheeler, dr Mehmet Oz, Marc Levy, Alice Pung,
William Dalrymple, Sarah WInman, Walter Isaacson.
Penghargaan yang
pernah diraih Bentang Pustaka antara
lain, Kumpulan puisi Dongeng untuk Poppy karya Fadjroel Rachman masuk dalam
shortlist Khatulistiwa Literary Award (KLA) 2007. Edensor karya Andrea Hirata
juga masuk dalam shortlist Khatulistiwa Literary Award (KLA) 2007. Sepotong
Bibir Paling Indah karya Agus Noor masuk dalam shortlist Khatulistiwa Literary
Award (KLA) 2010. Karya Putu Wijaya, Klop, masuk dalam shortlist Khatulistiwa
Literary Award (KLA) 2010. Perahu Kertas karya Dee dan Teman Empat Musim karya
Ida Ahdiah masuk longlist Khatulistiwa Literary Award (KLA) 2010. Trinity pada
2010 meraih Indonesia Travel & Tourism Awards sebagai Indonesia Leading
Travel Writer dan sebagai “Heroine for Indonesian tourism” oleh The Jakarta
Post. Rainbow Troops karya Andrea Hirata edisi Jerman berhasil meraih nominasi
penulis terbaik dalam ajang anugerah Jerman, TB Buchawards 2013.
Buku-buku terbitan Bentang Pustaka yang sudah diterjemahkan ke
dalam bahasa Malaysia (Melayu) ada 18 judul. Laskar Pelangi terbit dalam 18
bahasa di 77 negara di benua Asia, US, Australia, Eropa, dan Afrika.
Novel terbitan Bentang
Pustaka seperti Laskar Pelangi & Sang Pemimpi sudah diadaptasi ke layar
lebar pada September 2008 & Desember 2009. Novel Perahu Kertas juga sudah
difilmkan yaitu Perahu Kertas 1 & 2 pada Agustus & Oktober 2012.
Adaptasi dari kumpulan cerpen Rectoverso tayang di bioskop pada Februari 2013.
Sebuah film yang diambil dari novelet Madre tayang pada Maret 2013. Selain itu,
sekuel film Laskar Pelangi “Edensor” juga sudah tayang pada Januari 2014.
Menuju akhir tahun,
buku-buku terbitan Bentang Pustaka kembali diangkat ke layar lebar. Diantaranya
Strawberry Surprise, Ender’s Game, The Maze Runner, Garuda 19 Movie. Menyusul
buku Catatan Akhir Kuliah, Supernova KPBJ, Filosofi Kopi, serta The Naked
Traveler the Movie juga akan menghiasi layar lebar di seluruh Indonesia
19.25 |
Category: |
2
komentar