ANALISIS
FILM “BIOLA TAK BERDAWAI”
Judul : Biola
Tak berdawai.
Sutradara : Sekar Ayu Asmara.
Produser : Nia Dinata, Afi
Shamara.
Penulis : Sekar Ayu Asmara.
Pemeran : Ria irawan,
Nicholas Saputra, Jajang C Noer, Dicky Lebrianto.
Musik : Addie
Ms, Victorian Philarmonic Orchestra.
Sinematografi :
German G.
Mintapradja
Penyunting : Dewi S. Alibasah
Distributor : Kalyana Shira Film,
Warner Indonesia
Durasi : 97
Menit
Negara : Indonesia
Biola
Tak Berdawai adalah film Indonesia yang diproduksi tahun 2003 dan
disutradari oleh Sekar
Ayu Asmara. Film ini diperankan antara lain oleh Nicholas Saputra, Ria Irawan dan Jajang C.
Noer.
Film yang berdurasi 97 menit ini
bercerita Bercerita tentang Renjani. Renjani
(Ria Irawan) adalah seorang mantan penari balet,
setelah dirinya diperkosa, hamil, dan dipaksa untuk mengaborsi kandungannya. Ia
memutuskan membuang masa lalunya dan pindah ke Yogyakarta dengan mendedikasikan
hidupnya untuk merawat bayi-bayi penderita cacat ganda atau multi-handicapped
di suatu panti asuhan bernama Rumah Asuh Ibu Sejati. Salah seorang anak
asuhannya yaitu Dewa (Dicky Lebrianto),
seorang anak tunadaksa yang dititipkan oleh ibunya di panti asuhan Rumah asuh
Ibu Sejati.
Dewa, bocah berusia 8 tahun, yang
tak pernah memberikan reaksi pada dunia di luar dirinya. Dewa hanya diam
menunduk tidak bisa bicara dan menggerakkan anggota tubuhnya tetapi Renjani
memperlakukan Dewa sebagai anak normal. Ia selalu bercerita tentang kehidupan
dan sering mengajaknya bepergian. Renjani yakin bahwa dalam tubuhnya yang
seakan tidak berdaya, Dewa mendengar semua yang ceritanya. Ia sangat mencintai
Dewa, tak rela kalau Dewa meninggalkannya, seperti yang terjadi pada anak-anak
asuhnya yang lain.
Renjani yang terluka selalu menutupi
rahasia masa lalunya, kecuali kepada Mbak Wid (Jajang C Noer), dokter anak eksentrik yang menolong Renjani
memelihara anak-anak cacat. Mbak Wid adalah wanita berusia 40 tahun yang
memiliki indara keenam dan memiliki kesamaan dengan Renjani, yang sama-sama
mencoba melupakan masa lalu. ia adalah anak dari seorang pelacur yang mudah
hamil. Hanya Mbak Wid saja benih yang berhasil lahir, sementara itu, seluruh
benih lain diaborsikan oleh sang ibu. Hal itu membuat Mbak Wid bertekad menjadi
seorang dokter anak. Mbak Wid selalu mencoba menyadarkan Renjani bahwa Dewa tak
memiliki kemampuan seperti yang diyakini Renjani. Namun Renjani tetap yakin
suatu hari Dewa akan menunjukkan tanda bahwa dia mendengarkan semua yang dia
katakan.
Suatu hari, Renjani menemukan Dewa
membongkar perlengkapan baletnya. Renjani menggunakannya dan menari sambil
menyetel musik klasik, saat itulah Dewa merespon dengan mengangkat kepalanya.
Renjani berpikir Dewa bisa disembuhkan dengan terapi musik atau tarian,
Renjanipun mencarikan sebuah resital musik atau tari untuk disinggahi. Mereka
menonton resital musik biola. Setelah selesai, Dewa tidak mau pulang. Saat
itulah seorang pemuda yang memainkan biola di resital tadi, Bhisma (Nicholas Saputra) memperkenalkan diri sambil membawa
biola dan tongkat geseknya. Dewa menggenggam tongkat itu terus dan tak mau
melepaskannya. Bhisma akhirnya mengantarkan Renjani dan Dewa hingga ke Rumah
Asuh Ibu Sejati, Dewa diperbolehkan memegang tongkat itu hingga esok. Esoknya,
Bhisma dan Renjani berbicara banyak mengenai Dewa dan anak-anak dipanti asuhan,
dari situlah Renjani tahu bahwa Bhisma juga turut perhatian dengan anak-anak
yang cacat. Bhisma menjadi dekat dengan Mbak Wid dan Renjani juga. Pada malam hari, Bhisma
mengajak Renjani untuk berkolaborasi dihadapan Dewa, Renjani akan menari
sementara Bhisma memainkan biola. Hal itu terbukti, Dewa mengangkat kepalanya
lagi. Renjani dan Bhima berpelukan dan nyaris berciuman sebelum Renjani
menghentikannya.
Bhisma mengurung diri di kamarnya
membuat sebuah sonata yang berjudul Biola Tak Berdawai, diciptakan untuk Dewa.
Bhisma memperdengarkan lagu yang belum selesai ia buat kepada Dewa dan Renjani
lewat telepon. Pertemuan Renjani dengan Bhisma keesokan harinya membuat satu
janji, Bhisma harus menyelesaikan Biola Tak Berdawai itu. Lalu, Bhisma
mengurung diri lagi dan berkata lewat telepon bahwa ia akan memperdengarkannya
di tempat resital dimana Bisma dan Renjani bertemu. Resitalpun berlangsung hingga
selesai, Bhisma tidak melihat Renjani maupun Dewa. Iapun membuang sonata yang
telah terselesaikan. Bhisma menjadi murung, lalu memutuskan untuk ke Rumah Asuh
Ibu Sejati. Disana ada Mbak Wid yang menceritakan bahwa Renjani ternyata
mengidap kanker rahim yang ia dapati setelah melakukan aborsi yang sembarangan.
Renjani sendiri mengira bahwa itu adalah maag biasa, pada malam resital Bhisma,
Dewa dan Renjani sudah rapih, tetapi Renjani tiba-tiba ambruk dan dibawa ke
rumah sakit. Ia meninggal setelah seminggu dalam keadaan koma. Bhisma menangisi
Renjani sambil memeluk Dewa yang terduduk disamping tempat tidur. Beberapa hari
kemudian, Bhisma bersama Dewa mengunjungi makam Renjani.
Bhisma kemudian mendudukkan Dewa disamping
nisan, lalu Bhisma mengambil biola dan memainkan Biola Tak Berdawai,
menuntaskan janjinya kepada Renjani.
B.
Analisis Unsur Intrinsik dan
Ekstrinsik film “Biola Tak Berdawai”
1.
Unsur Intrinsik Film “Biola Tak
Berdawai”
a.
Tema
Ada dua tema yang diangkat dalam
film “Biola Tak Berdawai” yaitu tema social dan tema percintaan kasih sayang.
Dikatakan
memiliki tema sosial karena sebagian besar ceritanya mengandung nilai-nilai
sosial yang entah itu menyimpang maupun tidak. Lebih khususnya
nilai-nilai sosial itu mengenai banyaknya pembuangan bayi-bayi penderita
tunadaksa oleh orang tuanya dan kepedulian terhadap nasib anak-anak penyandang
tunadaksa itu.
Di film
“Biola Tak Berdawai” ini juga mengangkat Tema percintaan dan kasih sayang baik
dari tokoh-tokoh yang peduli pada bayi-bayi tunadaksa maupun kisah cinta antara
tokoh Renjani dan Bisma. Renjani yang berusia tiga puluh satu tahun atau
delapan tahun lebih tua daripada Bhisma merasa tidak pantas untuk mendapatkan
cinta Bhisma. Ia terlalu minder bukan hanya karena usia, melainkan juga
karena masa lalunya yang pernah diperkosa oleh guru balletnya. Bhisma
yang mencintai Renjani seperti sulit mendapatkan balasan.
b.
Alur / Plot
Alur yang digunakan dalam film
“Biola Tak Berdawai” adalah alur Maju. Karena kejadian-kejadian atau jalan
cerita disajikan secara kronologis dan berurutan. Tahapan alur / plot
didahului: Penyituasian, Tahapan pemunculan konfik, Tahapan peningkatan konflik,
Tahapan klimaks, Tahapan pemecahan masalah, Tahap penyelesaian .
c.
Latar
Terdapat empat latar dalam film
“Biola Tak Berdawai “ yaitu:
1. Latar Tempat
·
Panti
asuhan Rumah Asuh Ibu Sejati
·
Hamparan
sawah
·
Pantai
·
Tempat
pertunjukan music biola
·
Makam
2. Latar Waktu
Latar
waktu dalam film “Biola Tak Berdawai”
tidak begitu dijelaskan secara rinci mengambil seting pada tahun berapa.
Dalam film ini latar waktu yang disebutkan hanya berkisar adegan-adegannya
dilakukan pada saat pagi, siang atau malam, dan adegan latar waktu yang sering
dimunculkan adalah malam hari.
3. Latar Suasana
Ada
beberapa latar suasana yang terdapat dalam film “Biola Tak Berdawai”, diantaranya adalah suasana tegang, bahagia,
sedih, dan kacau. Suasana tegang terjadi pada saat Mbak Wid tersinggung
dengan perkataan sikap Renjani yang terlalu memberikan perhatian berlebih pada
Dewa.
Suasana kacau
juga disajikan dalam film ini saat Renjani mengalami kesakitan yang amat
sangat. Saat itu Dewa yang berada dekat dengannya sangat ingin menolong
Renjani, namun keterbatasan fisiknya membuatnya tidak dapat berbuat apa-apa.
4. Latar Sosial
Latar
sosial yang ada dalam film “Biola Tak
Berdawai” ini mencerminkan perilaku hidup yang menjunjung tinggi nilai
sosial. Di tengah banyaknya pembuangan bayi, masih ada saja orang yang
dengan rela hati menampung bayi-bayi malang itu untuk dirawat.
d.
Tokoh dan Penokohan
Adapun tokoh-tokoh dan penokohan
dalam film “Biola Tak Berdawai” sebagai berikut:
1. Renjani
Renjani
digambarkan sebagai tokoh seorang wanita berusia 31 tahun yang peduli terhadap
nasib anak-anak tunadaksa yang dibuang oleh orang tuanya. Ia merawat anak-anak
tunadaksa. Di antara anak-anak tunadaksa yang diasuhnya, Renjani sangat
menyayangi Dewa. Ia menganggap Dewa seperti anaknya sendiri dan selalu
diperlakukannya selayaknya anak normal.
2. Mbak Wid
Mbak Wid
adalah seorang wanita separuh yang berprofesi sebagai dokter dan
mengabdikan dirinya untuk merawat anak-anak tunadaksa di Rumah Asuh Ibu
Sejati. Ia memiliki masa lalu yang suram. Mbak Wid terlahir dari
seorang ibu yang berprofesi sebagai pelacur. Ibunya berkali-kali
menggugurkan kandungannya dan hanya Mbak Wid seorang lah yang berhasil
lahir. Masa lalunya inilah yang membuatnya prihatin akan keadaan
anak-anak yang dibuang. Selain sebagai dokter, Mbak Wid yang memiliki
indera keenam ini juga sering kali meramal dengan menggunakan kartu tarot
3. Bhisma
Bhisma
digambarkan sebagai sosok pemuda berusia 23 tahun, seorang mahasiswa jurusan
musik yang pandai memainkan biola. Bhisma ternyata juga peduli terhadap
anak-anak tunadaksa. Bhisma melihat Bhisma dan bayi-bayi cacat lainnya sebagai
ciptaan Tuhan yang indah tapi tidak diberkati dengan kehidupan yang berguna.
Kemudian ia menciptakan lagu berjudul Biola Tak Berdawai untuk anak-anak tunadaksa itu. Semenjak
pertemuannya dengan Renjani di acara resital musik, ia mulai jatuh cinta pada
Renjani. Namun cintanya tidak bisa dibalas oleh Renjani.
4. Dewa
Dewa
merupakan tokoh yang digambarkan sebagai anak penderita tunadaksa dengan segala
kekurangan atau komplikasi cacat tubuh. Ia buta, tuli, bisu, lumpuh,
autis dan tampilan fisiknya tidak normal. Namun dengan segala
kekurangannya ini, Dewa dapat merasakan atau memikirkan lingkungannya meski ia
tidak dapat berbuat apa-apa dengan itu.
e.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan dalam
film “Biola Tak Berdawai”, menggunakan gaya bahasa yang bersifat menarik simpatik
penonton. Didalamnya terdapat diksi-diksi yang sederhana dan juga puitis.
Menarik perhatian penonton dengan keindahan olahan kata-katanya.
f.
Amanat
Film “Biola Tak Berdawai” Ini memberikan
pesan atau amanat untuk penonton untuk lebih mengeksplorasi nilai-nilai dan
menumbuhkan kepedulian sosial yang semakin lama semakin pudar. Dan film ini
mengajak penonton untuk lebih perduli kepeduli terhadap nasib anak-anak
tunadaksa yang terlantar.
Dari kisah kehidupan masa lalu Renjani dan
Mbak Wid, penonton dapat mengambi pelajaran bahwasanya masa lalu itu dapat
digunakan sebagai bahan pembelajaran hidup dan menjadi pertimbangan untuk
membuat kehidupan jauh lebih baik. Misalnya saja penonton dapat mencontoh
tindakan Renjani dan Mbak Wid yang melakukan tindakan positif dengan
mengabdikan diri untuk merawat dan mengasuh anak-anak tunadaksa.
C.
Unsur-unsur
Ekstrinsik dalam Film “Biola Tak Berdawai”
1.
Lingkungan social dan budaya
film“Biola Tak Berdawai” ini mencerminkan perilaku hidup
yang menjunjung tinggi nilai sosial. Di tengah banyaknya pembuangan bayi,
masih ada saja orang yang dengan rela hati menampung bayi-bayi malang itu untuk
dirawat.
Kebudayaan
jawa tradisional juga sangat ditonjol dalam film ini. dapat dilihat dari lokasi
pengambilan gambar dilakukan di kota Yogyakarta dan busana yang dikenakan Renjani dan mbak Wid. terlihat Renjani menggunakan kain sebagai bawahannya dan
tatanan rambutnya pun sangat sederhana dan meke up yang sederhana juga.
Layaknya gadis-gadis tempo dulu.
00.27 |
Category: |
0
komentar
Comments (0)