ANALISIS FILM “BIOLA TAK BERDAWAI”


A.     Rangkuman / Sinopsis Film
Judul              : Biola Tak berdawai. 
Sutradara       : Sekar Ayu Asmara.
Produser        : Nia Dinata, Afi Shamara.
Penulis            : Sekar Ayu Asmara.
Pemeran         : Ria irawan, Nicholas Saputra, Jajang C Noer, Dicky Lebrianto.
Musik             : Addie Ms, Victorian Philarmonic Orchestra.
Sinematografi : German G. Mintapradja
Penyunting     : Dewi S. Alibasah
Distributor     : Kalyana Shira Film, Warner Indonesia
Durasi             : 97 Menit
Negara            : Indonesia

Biola Tak Berdawai adalah film Indonesia yang diproduksi tahun 2003 dan disutradari oleh Sekar Ayu Asmara. Film ini diperankan antara lain oleh Nicholas Saputra, Ria Irawan dan Jajang C. Noer.
Film yang berdurasi 97 menit ini bercerita  Bercerita tentang Renjani. Renjani (Ria Irawan) adalah seorang mantan penari balet, setelah dirinya diperkosa, hamil, dan dipaksa untuk mengaborsi kandungannya. Ia memutuskan membuang masa lalunya dan pindah ke Yogyakarta dengan mendedikasikan hidupnya untuk merawat bayi-bayi penderita cacat ganda atau multi-handicapped di suatu panti asuhan bernama Rumah Asuh Ibu Sejati. Salah seorang anak asuhannya yaitu Dewa (Dicky Lebrianto), seorang anak tunadaksa yang dititipkan oleh ibunya di panti asuhan Rumah asuh Ibu Sejati.
Dewa, bocah berusia 8 tahun, yang tak pernah memberikan reaksi pada dunia di luar dirinya. Dewa hanya diam menunduk tidak bisa bicara dan menggerakkan anggota tubuhnya tetapi Renjani memperlakukan Dewa sebagai anak normal. Ia selalu bercerita tentang kehidupan dan sering mengajaknya bepergian. Renjani yakin bahwa dalam tubuhnya yang seakan tidak berdaya, Dewa mendengar semua yang ceritanya. Ia sangat mencintai Dewa, tak rela kalau Dewa meninggalkannya, seperti yang terjadi pada anak-anak asuhnya yang lain.
Renjani yang terluka selalu menutupi rahasia masa lalunya, kecuali kepada Mbak Wid (Jajang C Noer), dokter anak eksentrik yang menolong Renjani memelihara anak-anak cacat. Mbak Wid adalah wanita berusia 40 tahun yang memiliki indara keenam dan memiliki kesamaan dengan Renjani, yang sama-sama mencoba melupakan masa lalu. ia adalah anak dari seorang pelacur yang mudah hamil. Hanya Mbak Wid saja benih yang berhasil lahir, sementara itu, seluruh benih lain diaborsikan oleh sang ibu. Hal itu membuat Mbak Wid bertekad menjadi seorang dokter anak. Mbak Wid selalu mencoba menyadarkan Renjani bahwa Dewa tak memiliki kemampuan seperti yang diyakini Renjani. Namun Renjani tetap yakin suatu hari Dewa akan menunjukkan tanda bahwa dia mendengarkan semua yang dia katakan.
Suatu hari, Renjani menemukan Dewa membongkar perlengkapan baletnya. Renjani menggunakannya dan menari sambil menyetel musik klasik, saat itulah Dewa merespon dengan mengangkat kepalanya. Renjani berpikir Dewa bisa disembuhkan dengan terapi musik atau tarian, Renjanipun mencarikan sebuah resital musik atau tari untuk disinggahi. Mereka menonton resital musik biola. Setelah selesai, Dewa tidak mau pulang. Saat itulah seorang pemuda yang memainkan biola di resital tadi, Bhisma (Nicholas Saputra) memperkenalkan diri sambil membawa biola dan tongkat geseknya. Dewa menggenggam tongkat itu terus dan tak mau melepaskannya. Bhisma akhirnya mengantarkan Renjani dan Dewa hingga ke Rumah Asuh Ibu Sejati, Dewa diperbolehkan memegang tongkat itu hingga esok. Esoknya, Bhisma dan Renjani berbicara banyak mengenai Dewa dan anak-anak dipanti asuhan, dari situlah Renjani tahu bahwa Bhisma juga turut perhatian dengan anak-anak yang cacat. Bhisma menjadi dekat dengan Mbak Wid  dan Renjani juga. Pada malam hari, Bhisma mengajak Renjani untuk berkolaborasi dihadapan Dewa, Renjani akan menari sementara Bhisma memainkan biola. Hal itu terbukti, Dewa mengangkat kepalanya lagi. Renjani dan Bhima berpelukan dan nyaris berciuman sebelum Renjani menghentikannya.
Bhisma mengurung diri di kamarnya membuat sebuah sonata yang berjudul Biola Tak Berdawai, diciptakan untuk Dewa. Bhisma memperdengarkan lagu yang belum selesai ia buat kepada Dewa dan Renjani lewat telepon. Pertemuan Renjani dengan Bhisma keesokan harinya membuat satu janji, Bhisma harus menyelesaikan Biola Tak Berdawai itu. Lalu, Bhisma mengurung diri lagi dan berkata lewat telepon bahwa ia akan memperdengarkannya di tempat resital dimana Bisma dan Renjani bertemu. Resitalpun berlangsung hingga selesai, Bhisma tidak melihat Renjani maupun Dewa. Iapun membuang sonata yang telah terselesaikan. Bhisma menjadi murung, lalu memutuskan untuk ke Rumah Asuh Ibu Sejati. Disana ada Mbak Wid yang menceritakan bahwa Renjani ternyata mengidap kanker rahim yang ia dapati setelah melakukan aborsi yang sembarangan. Renjani sendiri mengira bahwa itu adalah maag biasa, pada malam resital Bhisma, Dewa dan Renjani sudah rapih, tetapi Renjani tiba-tiba ambruk dan dibawa ke rumah sakit. Ia meninggal setelah seminggu dalam keadaan koma. Bhisma menangisi Renjani sambil memeluk Dewa yang terduduk disamping tempat tidur. Beberapa hari kemudian, Bhisma bersama Dewa mengunjungi makam Renjani.
 Bhisma kemudian mendudukkan Dewa disamping nisan, lalu Bhisma mengambil biola dan memainkan Biola Tak Berdawai, menuntaskan janjinya kepada Renjani.

     B.    Analisis Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik film “Biola Tak Berdawai”
1.      Unsur Intrinsik Film “Biola Tak Berdawai”
a.      Tema
Ada dua tema yang diangkat dalam film “Biola Tak Berdawai” yaitu tema social dan tema percintaan kasih sayang.
Dikatakan memiliki tema sosial karena sebagian besar ceritanya mengandung nilai-nilai sosial yang entah itu menyimpang maupun tidak.  Lebih khususnya nilai-nilai sosial itu mengenai banyaknya pembuangan bayi-bayi penderita tunadaksa oleh orang tuanya dan kepedulian terhadap nasib anak-anak penyandang tunadaksa itu.
Di film “Biola Tak Berdawai” ini juga mengangkat Tema percintaan dan kasih sayang baik dari tokoh-tokoh yang peduli pada bayi-bayi tunadaksa maupun kisah cinta antara tokoh Renjani dan Bisma. Renjani yang berusia tiga puluh satu tahun atau delapan tahun lebih tua daripada Bhisma merasa tidak pantas untuk mendapatkan cinta Bhisma.  Ia terlalu minder bukan hanya karena usia, melainkan juga karena masa lalunya yang pernah diperkosa oleh guru balletnya.  Bhisma yang mencintai Renjani seperti sulit mendapatkan balasan.
b.      Alur / Plot
Alur yang digunakan dalam film “Biola Tak Berdawai” adalah alur Maju. Karena kejadian-kejadian atau jalan cerita disajikan secara kronologis dan berurutan. Tahapan alur / plot didahului: Penyituasian, Tahapan pemunculan konfik, Tahapan peningkatan konflik, Tahapan klimaks, Tahapan pemecahan masalah, Tahap penyelesaian .
c.       Latar
Terdapat empat latar dalam film “Biola Tak Berdawai “ yaitu:
1.      Latar Tempat
·         Panti asuhan Rumah Asuh Ibu Sejati
·         Hamparan sawah
·         Pantai
·         Tempat pertunjukan music biola
·         Makam
2.      Latar Waktu
Latar waktu dalam film “Biola Tak Berdawai tidak begitu dijelaskan secara rinci mengambil seting pada tahun berapa.  Dalam film ini latar waktu yang disebutkan hanya berkisar adegan-adegannya dilakukan pada saat pagi, siang atau malam, dan adegan latar waktu yang sering dimunculkan adalah malam hari. 
3.      Latar Suasana
Ada beberapa latar suasana yang terdapat dalam film “Biola Tak Berdawai”, diantaranya adalah suasana tegang, bahagia, sedih, dan kacau.  Suasana tegang terjadi pada saat Mbak Wid tersinggung dengan perkataan sikap Renjani yang terlalu memberikan perhatian berlebih pada Dewa.
Suasana kacau juga disajikan dalam film ini saat Renjani mengalami kesakitan yang amat sangat.  Saat itu Dewa yang berada dekat dengannya sangat ingin menolong Renjani, namun keterbatasan fisiknya membuatnya tidak dapat berbuat apa-apa.
4.      Latar Sosial
Latar sosial yang ada dalam film “Biola Tak Berdawai” ini mencerminkan perilaku hidup yang menjunjung tinggi nilai sosial.  Di tengah banyaknya pembuangan bayi, masih ada saja orang yang dengan rela hati menampung bayi-bayi malang itu untuk dirawat. 
d.      Tokoh dan Penokohan
Adapun tokoh-tokoh dan penokohan dalam film “Biola Tak Berdawai” sebagai berikut:
1.      Renjani
Renjani digambarkan sebagai tokoh seorang wanita berusia 31 tahun yang peduli terhadap nasib anak-anak tunadaksa yang dibuang oleh orang tuanya. Ia merawat anak-anak tunadaksa.  Di antara anak-anak tunadaksa yang diasuhnya, Renjani sangat menyayangi Dewa.  Ia menganggap Dewa seperti anaknya sendiri dan selalu diperlakukannya selayaknya anak normal.
2.      Mbak Wid
Mbak Wid adalah seorang wanita separuh  yang berprofesi sebagai dokter dan mengabdikan dirinya untuk merawat anak-anak tunadaksa di Rumah Asuh Ibu Sejati.  Ia memiliki masa lalu yang suram.  Mbak Wid terlahir dari seorang ibu yang berprofesi sebagai pelacur.  Ibunya berkali-kali menggugurkan kandungannya dan hanya Mbak Wid seorang lah yang berhasil lahir.  Masa lalunya inilah yang membuatnya prihatin akan keadaan anak-anak yang dibuang.  Selain sebagai dokter, Mbak Wid yang memiliki indera keenam ini juga sering kali meramal dengan menggunakan kartu tarot
3.      Bhisma
Bhisma digambarkan sebagai sosok pemuda berusia 23 tahun, seorang mahasiswa jurusan musik yang pandai memainkan biola.  Bhisma ternyata juga peduli terhadap anak-anak tunadaksa. Bhisma melihat Bhisma dan bayi-bayi cacat lainnya sebagai ciptaan Tuhan yang indah tapi tidak diberkati dengan kehidupan yang berguna. Kemudian  ia menciptakan lagu berjudul Biola Tak Berdawai untuk anak-anak tunadaksa itu. Semenjak pertemuannya dengan Renjani di acara resital musik, ia mulai jatuh cinta pada Renjani.  Namun cintanya tidak bisa dibalas oleh Renjani.
4.      Dewa
Dewa merupakan tokoh yang digambarkan sebagai anak penderita tunadaksa dengan segala kekurangan atau komplikasi cacat tubuh.  Ia buta, tuli, bisu, lumpuh, autis dan tampilan fisiknya tidak normal.  Namun dengan segala kekurangannya ini, Dewa dapat merasakan atau memikirkan lingkungannya meski ia tidak dapat berbuat apa-apa dengan itu. 
e.    Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan dalam film “Biola Tak Berdawai”, menggunakan gaya bahasa yang bersifat menarik simpatik penonton. Didalamnya terdapat diksi-diksi yang sederhana dan juga puitis. Menarik perhatian penonton dengan keindahan olahan kata-katanya.
f.       Amanat
Film “Biola Tak Berdawai” Ini memberikan pesan atau amanat untuk penonton untuk lebih mengeksplorasi nilai-nilai dan menumbuhkan kepedulian sosial yang semakin lama semakin pudar. Dan film ini mengajak penonton untuk lebih perduli kepeduli terhadap nasib anak-anak tunadaksa yang terlantar.
 Dari kisah kehidupan masa lalu Renjani dan Mbak Wid, penonton dapat mengambi pelajaran bahwasanya masa lalu itu dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran hidup dan menjadi pertimbangan untuk membuat kehidupan jauh lebih baik.  Misalnya saja penonton dapat mencontoh tindakan Renjani dan Mbak Wid yang melakukan tindakan positif dengan mengabdikan diri untuk merawat dan mengasuh anak-anak tunadaksa.

C.    Unsur-unsur Ekstrinsik dalam Film “Biola Tak Berdawai”
Unsur-unsur ekstrinsik yang ada:
1.      Lingkungan social dan budaya 
     film“Biola Tak Berdawai” ini mencerminkan perilaku hidup yang menjunjung tinggi nilai sosial.  Di tengah banyaknya pembuangan bayi, masih ada saja orang yang dengan rela hati menampung bayi-bayi malang itu untuk dirawat.  Kebudayaan jawa tradisional juga sangat ditonjol dalam film ini. dapat dilihat dari lokasi pengambilan gambar dilakukan di kota Yogyakarta dan busana yang dikenakan Renjani dan mbak Wid. terlihat Renjani menggunakan kain sebagai bawahannya dan tatanan rambutnya pun sangat sederhana dan meke up yang sederhana juga. Layaknya gadis-gadis tempo dulu.






 
Nita Senyum Syukur






PERBEDAAN DAN AIR MATA




Di sajikan dalam kumpulan puisi dan cerpen
Prakata Penulis



Bismilahiraman nirahim
Saya mengucapkan puji syukur dan limpah terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatnya dan perkenan-Nyalah saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan Buku Sastra dalam mata kuliah Sanggar Sastra ini tepat pada waktunya. Sehingga bisa dinikmati oleh pembaca yang budiman.
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu IA Made Wedasuari yang sudah memberikan tugas pembuatan buku sastra ini, sehingga saya dapat belajar dan berkreasi dalam menuangkan bait-bait atau ide-ide cerita dalam bentuk kumpulan puisi dan cerpen
Tak lupa saya juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga dan sahabat-sahabat saya yang selalu mendukung dan mengerti kalau saya butuh waktu untuk sendiri dan tenang saat sedang dalam proses menulis.
Akir kata, pinta maaf juga saya sampaikan.
karena saya sadar  bahwa buku ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saya mengharapkan saran, kritik dan masukan yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan dimasa yang akan datang.

Salam cinta dari hati,
Nita









Daftar  Isi

Judul
Prakata Penulis___
1.      Kumpulan Puisi___
a.      Bersama dalam Perbedaan___
b.      Kampus Hijau UNMASku___
c.       Untukmu yang Berbeda dariku___
d.      Pahlawan Pendidikan___
e.      Rumput Ilalang___
2.      Kumpulan Cerpen
a.      Perbedaan dan Air Mata___
b.      Takdir Tuhan___
c.       Najwa Azahra___
3.      Tentang Penulis___










PUISI

“Di ujung pena ku ukir semua yang tak mampu terucap oleh bibirku”










Bersama Dalam Perbedaan
Karya: Nita

Terinspirasi dari “MOP Papua Epen kah Cupen toh – belajar membaca”

Kawan semua….
Aku bangga menjadi bagian dari ini semua
Bagian dari negri yang begitu indah
Sungguh indah dan mempesona
Begitu mempesona hingga aku merasa takjub

Lihatlah disana….
Kita bersama-sama dalam perbedaan
Tapi jangan kau pandang
Perbedaan itu sebagai penghalang
Mari kita bersatu pandang untuk memujudkan kemajuan negri ini


Kata mereka kita terlalu berbeda…
Kau putih sedang aku kurang putih
Aku kriting sedangkan kau tidak kriting
Kau tinggal dibarat negri ini sedangkan aku tinggal di timur negri ini
Kau bilang budayamu lebih menarik
Dan kukatakan budayaku juga tak kalah menakjubkan

Sudahlah kawan…
Untuk apa kita meributkan hal-hal yang tidak berguna
Kita berada dalam negri yang sama
Dan permasalahan yang sama pula
Permasalahan ekonomi
Permasalahan politik
Permasalahan pendidikan
Bahkan permasalahan agama seperti bom waktu yang siap meledak
Semuanya membelengu dan mengikat negri ini

Mari kawan….
Kita bangkit dan bergerak
Singkirkan perbedaan yang melekat
Mari kita ikat perbedaan menjadi semangat
Semangat yang membara
Semangat yang tak pernah pudar hanya karena perbedaan yang melekat
Kita tetap bersama walau kita berbeda


Gianyar, 24 oktober 2015










Kampus Hijau UNMAS ku
Karya: Nita

Kapus hijau kebanggaanku ….
Sungguh sebelumnya aku tak menyangka
Sungguh sebelumnya aku tak menduga
Sungguh sebelumnya aku tak mengira
Aku dapat menjadi bagian darimu
Darimu, suatu tempat pencipta kaum intelektual
Pencipta penerus-penerus bangsa
Yang memajukan negeri tercinta ini

Kampus hijau semangatku ….
Kau tempatku menggali ilmu
Ilmu yang akan kupersembahkan pada bangsaku
Ilmu yang menuntun kehidupan ku kelak
Ilmu yang menjadi harapan orang tuaku
Walalu aku harus berpisah dengan mereka yang ku cinta

Kampus Hijau kehormatanku ….
Namamu UNMAS
Yang begitu elegan akan selalu kukenang
Akan aku jaga kehormatanmu dengan baik
Karena aku adalah bagian darimu
Darimu yang begitu istimewa

Kampus hijau UNMAS ku
Tetaplah selalu berjaya dalam visi maupun misi
Dan selalu menjadi kampus
Yang menjadi kebanggaan dan semangat mahasiswanya.


Gianyar, 21 November 2015





Pahlawan Pendidikan
Karya : Nita
Special puisi untuk hari guru tanggal 25 November 2015

Guruku pahlawanku…
Tiada kata yang dapat kuungkapkan untukmu
Tiada bahasa yang dapat menyapaikan rasaku
Rasa yang begitu mendalam
Untuk semua pengorbanan dan pengabdianku
Sehingga kami dapat seperti ini
Kami dapat mengetahui banyak hal
Yang sebelumnya tak pernah kami pikirkan

Guruku 
Hanya rasa terimakasih dan kebanggaan
Yang dapat kami persembahkan
Berkatmu, tiada lagi kebodohan yang akan membelengu kami
Tiada lagi sengsara yang mencengkram kami
Kami sadar Kebodohanlah yang akan melahirkan sengsara

Guruku …
Pepepatah mengatakan kau adalah sosok yang di gugu dan ditiru
Sosok yang menjadi panutan dan sumber inspirasi
Dan kami ingin engkau tetap seperti itu  
Maka di hari besarmu ini
Kami ingin menyampaikan rasa terimakasih yang berlebih  
Maaf hanya ini yang dapat kami persembahkan
Untuk semua jasa-jasamu yang tak terkira

Selamat hari Guru
Untuk semua guru hebat yang ada


Gianyar, 23 November 2015

Untukmu yang Berbeda Dariku
Karya: Nita

Untukmu ….
Seseorang yang menggemgam erat salibmu
Taukah kamu?
Aku begitu bahagia bersamamu
Bahagiaku  sangat sederhana
Sederhana ketika aku melihat senyummu
Senyum yang mampu membuat taman hatiku berbunga
Senyum yang mampu menghilangkan kerinduan hati ini

Untukmu ….
Seseorang yang membuatku sedih menerima kenyataan
Kenyataan yang membuatku membenci takdir
Takdir yang menjadikan aku dan kamu berbeda
Takdir yang menjadi jarak pemisah diantara kita
Takdir yang memaksaku untuk menjatuhkan pilihan

Pilihan yang tak pernah kuiinginkan 
Piilahan kepada imanku atau hatiku

Untukmu ….
Taukah kamu ?
Aku begitu mencintaimu
Tapi aku lebih begitu mencintai imanku
Begitupun kamu adalah seseorang yang sangat memegang teguh imanmu
Haruskah kita korbankan iman
Yang telah mengajarkan banyak hal dalam kehidupan kita

Untukmu …
Aku  pun sama denganmu
Tak punya alasan kuat untuk meninggalkan imanku
Dan kamu pun sama denganku
Tak punya alasan kuat untuk saling melepas
Melapas rasa yang kau dan aku
Yakini juga berasal dari pemilik iman

Untukmu dan aku ….
Harus sama-sama tau
Dan mungkin di paksa untuk tau dan mengerti
Iman kita sama hanya kita saja yang berbeda
Berbeda dalam banyak cara dan aturan                          
Untuk itu kukatakan tetap pegang teguh  imanmu
Begitu pula aku yang akan selalu mematuhi imanku

Untukmu ….
Terimakasih untukmu
Yang memperbolehkan aku mengenal imanmu
Walau hanya melalui karaktermu


Gianyar, 12 November 2015


Rumput Ilalang
Karya Nita


Dimata meraka….
Aku hanyalah rumput ilalang yang yang akan merusak keindahanmu
Dan tak pantas tumbuh subur disampingmu
Bahkan aku tak bisa menghindar saat angin ini saling mendekatkan
Aku padamu, lalu mengajakku terbang dan melayang
Aku hanyalah kecewa bagi mereka yang selalu bersamamu
Karena aku hanyalah rumput ilalang kering ditengah rimbunnya daun hijaumu
Tolong hentikan angin yang selalu membawaku dekat denganmu



Tolong hentikan ….
Aku begitu lelah ….
Mereka semua dan banyak orang menghakimiku
Katanya aku mengambil sesuatu darimu

Bahkan sampai hati mereka meneriaku
Katanya aku pencuri dirimu
Katanya aku merampasmu
Aku terkadang tidak begitu tahu
Sejak kapan mereka memilikimu

Akupun terkadang tak benar-benar mengerti sesuatu
Tentang cinta dan semua ini
Tentang hati, aku kamu mereka dan dia sungguh tak benar-benar tau rahasianya

Ada yang membenarkan
Tentang aku, tentang kamu
Tuhan, dialah yang maha tahu segalanya
Tentang aku kamu mereka dan dia
Andai saja mereka semua paham
Bahwa dia tak pernah tau, tentang kita diwaktu dulu
Bahwa dia tak pernah mengerti, tentang perjuangan yang sempat kita lalui
Bahwa dia hanya merasa nyaman, denganmu yang kini tak pernah kekurangan

Tapi kalian sempat berangkulan
Mungkin pula mengucap janji masa depan
sedangkan aku ?
Tersenyum saja melihat dia dan kamu
Karena aku tahu, aku tak pernah benar-benar memilikimu
Karena aku tahu, hanya tuhan yang pantas untuk itu

Sungguh tuhan menakdirkan kita
Untuk belajar bersama
Menghadapi mereka yang menghakimi
Menghadapi mereka yang meneriaki
Tanpa pernah tau, seperti apa kita dulu sebelum begini
Tanpa mau mengerti ada rahasia yang tuhan miliki
Tuhan bersama kita
Tepat ketika kau mengucap janji di hadapannya

Gianyar ,8 november 2015





















CERPEN
“Dapatkah cinta menyatukan dua hal yang berbeda?”









Perbedaan dan Air Mata
Karya Nita

Mungkin sudah lebih dari puluhan kali aku menjejakkan kaki di sini. Di sebuah parkiran motor yang tidak terlalu banyak motornya, namun mobilnya begitu membeludak bahkan sampai meluber kejalanan. Beberapa orang mulai pada berdatangan meraka tampak bersemangat dan ceria, para penjaja makanan juga terlihat bersemangat pagi ini. Mereka mulai menata dan merapikan barang dagangannya, sesekali mereka terseyum dan berbincang ketika beberapa orang itu menyapa atau sekedar berbasa-basi menegur.
Aku beranjak turun dari motor, sesegera mungkin melepas helm, karena kapalaku terlalu pening akibat terlalu lama mengenakan helm. Tiba-tiba dari belakang ada yang menggandeng tanganku erat.
 “Sayang, masuk yuk!” Ucapnya lembut. Mungkin selembut kue sus kesukaanku yang dijual di kantin pojok gereja.
“Ihh.. bercanda aja kamu. Sana masuk dulu. Ibadah yang bener, aku tunggu di tempat yang biasa. Nyanyinya jangan terlalu semangat, kasihan Tuhan. Suara kamu jelek soalnya dan jangan lupa doain aku.” Aku meledeknya sambil bergegas menuju kantin yang berada di pojok  gereja. dia tersenyum dan pergi masuk ke dalam gereja. Meninggalkanku sendiri di tempat biasa setiap minggu pagi. Di pojok gereja ada satu kantin kecil, aku sering duduk di sana dan menyapa seluruh penjualnya. Kita sudah cukup akrab, bahkan mbak Minah sang punggawa pentolan pedagang, sudah hapal diluar kepala kalau aku pasti memesan secangkir teh hangat lengkap dengan kue sus kesukaanku.
“Sabar banget mbak Dela ini nungguin pacarnya.” Ucap mbak Minah sembari mengelap meja di sebelahku.
“Iya bu, Calon istri yang baik mah gini.” Jawabku.
“Calon istri? Sudah yakin si masnya mau pindah?”
DEG!!
            Aku tertohok dengan pertanyaan mbak Minah. hatiku ciut seketika, rasanya bagai disambar petir disiang bolong. Ucapan mbak Minah sungguh menghancurkan hatiku. Sebenarnya aku sudah yakin hubungan ini tidak akan bertahan lama. Kita sama-sama sudah terlalu mencintai agama kita sendiri. Dia itu anak Tuhan dan sangat memegang teguh imannya. Kitab Injil sudah khatam dia baca setiap pagi, bahkan dia pernah sangat merasa sedih ketika dia melewatkan ibadah paginya karena ada suatu halangan. Dan aku gini-gini juga lulusan pesantren yang sejak kecil telah tinggal dilingkungan islami . Walaupun orang tuaku dulu juga beragama Kristen, tapi kini keluargaku menganut agama Islam yang bisa dibilang cukup fanatik. Begitu juga dengan orang tuanya. Ayahnya dulu Islam sebelum pada akhirnya pindah agama menjadi Kristen yang sangat taat.
 Maka tak sulit bagi kita untuk saling memperkenalkan diri walau berbeda agama di depan kedua keluarga kita. Kita berlagak serius dan seolah-olah tak bisa hidup jika tak bersama, namun sayangnya, di mata Tuhan kita tidak seserius itu bahkan tuhan telah mengatur jalan hidup kita masing-masing.
Suatu pagi, aku masih terlelap kelelahan karena di malam sebelumnya kita habis mengunjungi salah satu pesta ulang tahun teman. Namun, tepat pukul setengah lima pagi, dia menggoyang-goyangkan badanku.
“Sayang.. Dela cantik! Bangun dulu, subuhan dulu, udah adzan.” Ucapnya penuh kasih dan tetap menggoyang-goyangkan badanku.
Sedangkan aku yang mendengarkannya hanya terus pura-pura belum terbangun hanya agar bisa mendengarkan suara parau manjanya lebih lama. Sebenarnya ingin aku segera membuka mata, melihat dia yang baru bangun, lalu beraktivitas dan melewatkan segala ibadah pagi. Ibadah pagiku, dan Ibadah paginya.
Walaupun kita berbeda, dia selalu setia menyuruhku sholat. Begitupun aku yang selalu setia mendampinginya berdoa tiap pagi. Aku bahkan sampai pernah khatam dengan lirik lagu pujian Tuhan yang dia dendangkan setiap hari. Dan tanpa sadar, aku pernah ikut bernyanyi. Lantas apa aku pernah merasa berdosa karena melakukan itu? Tidak.
 Aku pernah ikut Misa dengan nenekku di gereja, meminum bir dan memakan roti. Pernah juga aku ikut berdoa di pura Hindu bersama kakak Iparku, sebelum pada akhirnya dia yang ikut berdoa bersamaku di masjid. Bagiku, melihat cara mereka beribadah, adalah salah satu cara aku bersyukur kepada Tuhan bahwa ternyata ada banyak sekali cara yang bisa dilakukan untuk tak berhenti memujaNya dan selalu mengingatNya disaat suka maupun duka.
 Suatu malam, sehabis kita makan malam, aku cukup telat pulang ke kosannya. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 10. Dia sedang tidur-tiduran di kosannya, sedangkan aku buru-buru mengambil air Wudhu untuk sholat Isya. Begitu aku keluar dari kamar mandi, sajadah dan mukenah sudah disiapkan begitu rapih. Aku menatapnya, dan ia tersenyum kecil sambil tetap mengerjakan sesuatu di laptopnya.
 Sudah menjadi kebiasaan bagiku jika disetiap akir sholatku. Aku selalu memohon dan berdoa kepada Allah dan biasanya aku mengucapkannya dengan suara keras karena aku berpikir dengan memohon dan berdoa seperti itu doa kita akan cepat sampai dan terkabul Namun karena tidak mau terlalu mengganggu pacarku, aku tetap mengucapkannya sepelan mungkin.
 “Bi Allaihim Walad Dholin…” Ketika aku selesai membaca Al-Fatihah untuk mengakiri doaku, tiba-tiba aku mendengar sautan dari belakang.
“Amin..”
Aku sempat terkejut, aku sempat terdiam sebentar, aku benar-benar terbata. Aku tidak tahu apa yang ia sedang lakukan di belakangku sekarang. Konsentrasiku hilang. ternyata dia ada di belakangku mengaminkan. Aku bahagia– sekaligus tidak percaya. Aku langsung membaca surat Kulhu dan An-nas saja supaya cepat menyelesaikan doaku ini. lalu aku langsung menengok kebelakng.
“Assalamualaikum, ..” Katanya dengan senyum ramah .
Mendengar itu, tanpa sadar ada beberapa air mata turun di kedua mataku. Entah aku tengah merasakan apa, ini baru kali pertama aku menangis setelah sekian lama. Air mata itu turun begitu saja tanpa ada emosi tergambar di wajahku.
Dengan cepat aku langsung menghampiri dan dan duduk berhadapan dengannya. dia tersenyum dam menggenggam erat tanganku. 
 “Aku pernah menemani kamu Sholat di Mushola kecil kampus kita dulu.  Lalu setelah selesai sholat, kau sempat berdoa dulu sedangkan mereka langsung keluar. Dan kau tahu apa yang mereka ucapkan? Mereka memujimu, memuji caramu berdoa, caramu melafalkan dan melantunkan doa-doa itu, mereka bilang suaramu sangat merdu. Aku sangat iri, Del. Sakit hati sekali. Seakan mereka lebih mengerti kamu ketimbang aku. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang mereka puji darimu. Bagaimana bisa? Aku kan pacarmu! Ternyata aku benar-benar pacar yang tidak berguna!” Ucapnya yang semakin erat menggenggam tanganku, matanya berkaca-kaca.
 “Aku bahagia berada didekatmu saat ini. Kamu juga pasti bahagia mencoba bernyanyi memuji Tuhanku di gereja nanti.” Tambahnya parau.
 Aku terdiam.
 “Kenapa kita harus berbeda, Dela?”. Kini suaranya menjadi tambah parau terlihat bulir-bulir air mata jatuh dipipinya, begitupun denganku tangisanku tak bisa kubendung. Tapi ia semakin erat menggenggam tanganku.  
 Malam itu, kita berdua tetap duduk berhadapan  hingga larut malam. Aku masih di atas sajadahku dengan mukenah yang belum terlepas, dia masih memakai peci dan sarung yang entah di dapat darimana. Seakan di tempat aku sering bersujud dan bersimpuh dalam doa ini, kita mengadu kepada Tuhan yang sama, meminta diizinkan untuk bisa hidup bersama. Namun sayangnya, kita tetap berbeda dan selamanya tak akan dapat menyatu.
 Dua tahun kemudian.
    Di depan gereja tempat aku sering menemaninya dulu, aku melihat dia kini tengah menggandeng tangan seseorang yang beragama sama, mereka masuk ke dalam gereja dengan wajah bahagia dan berseri-seri. Melihat hal itu, aku ikut bahagia tanpa terasa air mataku menetes jatuh. Aku sama sekali tidak merasa sedih, bahkan aku sangat bahagia melebihi kebahagianku yang sebentar lagi juga akan datang.  Akhirnya ada yang menemaninya beribadah. Akhirnya dia tidak menyanyi sendiri lagi. Akhirnya ada yang menemaninya mengucapkan Amin pada doa yang sama. Aku menatapnya lama sekali, sampai ia masuk ke dalam pintu gereja yang megah itu.
 “Sayang! Kenapa Diam?, kamu menangis?” Tiba-tiba ucapan seseorang di sampingku mengaggetkanku.
“Eh iya, gapapa Mas, aku hanya terharu melihat pesangan pengantin baru di gereja itu. Yuk Mas jalan lagi.” Jawabku.
Dan kini, di depanku, tengah ada seseorang yang benar-benar tulus mengaminkan segala doaku tepat satu shaf di depanku ketika aku bersujud.
Tuhan.
“Bolehkah aku bertanya ? Kenapa manusia memanggilMu dengan nama yang berbeda-beda?, Mengapa kau mempertemukan jika akirnya kita harus berpisah ?”
 Mungkin Tuhan menjawab, untuk mengetahui seberapa besar cinta umatKu pada Tuhannya masing-masing.  Mungkin.. mungkin itu jawaban tuhan.


Gianyar, 3 September 2015



Takdir Tuhan
Karya: Nita
Aku masih tidak percaya pada hari ini, aku masih duduk di depan meja kecil dengan kaca besar, menatap tidak percaya pada diri sendiri dan pada apa yang telah aku lakukan. Disamping ku tergeletak baju nan indah untuk hari ini, ini hari istimewa , pernikahanku.
Aku masih tidak percaya dengan keputusanku tempo hari , aku tidak percaya akan secepat ini. Ketika datang seorang laki-laki yang secara tiba-tiba dan tidak aku kenal masuk dalam hidupku. Dia adalah Ismail, laki-laki yang dijodohkan ayah untukku.
Aku masih duduk di depan meja kecil dengan kaca besar , menepuk nepuk pipi , bertanya apakah ini mimpi.
Aku menangis, tapi tidak tahu menangis karena apa, siapa yang aku tangisi, mungkin diriku sendiri.
Ingatanku kembali berlari pada kejadian tiga tahun yang lalu. Ketika kekasihku Mada datang untuk melamarku tetapi ayah menolak hubungan kami dengan alasan bahwa kita berbeda. Ya, Mada berbeda agama denganku. Akirnya Mada memutuskan untuk pergi meninggalkanku dan memintaku untuk menunggunya, dia menyakinkanku akan kembali dan datang menjemputku bahkan dia berjanji akan memenuhi semua permintaan yang ayahku ajukan.
Aku begitu mencintainya, maka akupun berjanji untuk menunggunya, hingga akirnya ayah mengatur semua perjodohan ini. Aku tak bisa menolak, aku tak ingin membuat ayah bersedih. Aku sadar, aku terlalu sering menyusahkan ayah dengan menolak setiap laki-laki yang dijodohkan ayah untukku. Sehingga kuputuskan untuk menerimanya.
“saya terima nikahnya…” suara mas Ismail mengalun pelan menggetarkan hatiku, belum selesai kalimat itu terucap, ku lihat ke arah luar sesosok lelaki berkemeja batik memasuki halaman rumahku. Berdiri di bawah gapura kayu berhias janur kuning melengkung.
Sekilas kulihat wajahnya, seperti ku mengenalnya. tapi siapa? aku tak pernah bertemu sebelumnya. tapi lagi-lagi pikiranku berkata, aku kenal dia, bahkan aku merasa sangat dekat dengannya. Ah .. tapi semua itu tak terus ku pikirkan. Saat ini semua mata terharu menangis, begitupun denganku. Tak kuasa ku sambut puluhan tangan menjabatku, sekali lagi ku lihat lelaki berkemeja batik tadi. Tapi dia tak mengucap selamat padaku, ku lihat dia pergi, siapa dia?
Malam yang selalu terbayang kala ku masih remaja dulu terjadi sudah. saat aku harus memberikan segalanya. Aku bersyukur karena aku bisa memberikan semua pada Ismail, laki-laki yang baru saja menjadi suamiku. Waktupun berlalu begitu cepat, mataku pun telah mulai terlelap dalam selimut berdua.
“yang bangun udah jam 3, sholat tahajjud bareng yuk” dengan halus Ismail membangunkan ku. Kamipun segera mandi dan sholat bersama.
“Mas Mail, aku ngantuk, tidur lagi yah..” rengekku manja. “jangan… udah mau subuh, nanti aja setelah sholat. Sekarang kamu buka kado dari temen-temen kamu ajah biar gak ngantuk”,  ah ku pikir iya juga. ”iya Mas”.
 Satu persatu kadopun ku buka bersama mas Ismail. Mas aku keluar dulu ya..” ku iyakan saja karena ku lihat mata mas Ismail sudah mulai jenuh melihat kado-kado itu.
            Aku sempat takut, tapi semua lenyap saat mataku tertuju pada tumpukan kado di sekelilingku. Di sudut kiri bawah kulihat kado berwarna biru. Warna biru adalah warna kesukaanku.  yah.. itu kado yang di bawa laki-laki berbaju kemeja batik tadi. ku putuskan tuk membukanya lebih dulu. Saat ku hendak membuka, entah kenapa hatiku bergetar, wajah laki-laki itu kembali terbayang. Ah buatku bingung, akirnya kuputuskan untuk membuka kado itu. Aku sangat penasaran dengan isinya. Saat ku buka ternyata di dalamnya berisi kotak lagi, hingga kotak ke-5 barulah ku dapati sebuah kotak kecil berwarna merah jambu bersinar. ku buka perlahan, ternyata isinya sebuah cincin emas putih bermata berlian merah jambu. sungguh cantik. Siapa dia?? Di sudut kotak terselip surat terlipat begitu kecil dan rapi.
Ku baca surat itu..

“Adelia sayang…
mas menulis surat ini di atas kapal Sumba menuju Bali. Mas tulis sekarang karna mas takut besok tak sempat. rencananya besok sesampainya di Bali, mas akan langsung menemuimu. mas udah gak sabar ketemu adelia yang pasti sekarang tambah cantik. Seperti janji mas 3 th yang lalu. Mas akan datang menjemput Adelia dan memenuhi permintaan ayah . Kini tiba saatnya mas tepati janji itu. Mas telah berpikir dan belajar banyak selama 3 th ini. bahwa islam adalah agama yang baik dan mencintai kedamaian. Mas telah memutuskan memeluk islam karna Allah dan Adelia
BERSEDIAHKAH KAU MENJADI PENDAMPING HIDUPKU?
Pakailah cincin itu lalu telfon aku. Jika tidak, tetap pakailah cincin itu tapi jangan telfon aku.”
Mada

Deg!! Dadaku rasanya seperti terhantam batu besar yang buatku ingin ambruk. Semua tenagaku rasanya menghilang. Otakku serasa berhenti bekerja, fikiranku kosong. Rasanya aku ingin berteriak sekecangnya tapi suaraku mendadak menghilang. Perasaanku diliputi rasa bersalah. dia benar-benar datang. Aku bersalah karna tak sempat mengabari pernikahanku bahkan aku menghkianati janjiku dengan menikah dengan laki-laki pilihan ayahku . Dan Mada harus melihat sendiri aku bersama orang lain. padahal dia datang tuk melamarku dia telah membuktikan janjinya pada ayahku.
        “loh ngapain yang? kok ngelamun gitu?”, tiba-tiba saja mas Ismail mengagetkanku “hm.. gak Mas Mail, ada apa?” ku menatapnya sayu. ”ini aku temukan surat di depan rumah, sepertinya buat sayank” ku ambil surat itu dari tangan mas Ismail. Ku tundukkan kepala dan ku pasang wajah mengantuk dan pucat agar mas Ismail menyuruhku mengambil wudhu’, aku pun keluar dan membaca surat itu di kamar mandi. Dan ku harus kembali ingin menangis,, itu tulisan Mada. “Apalagi ini??” Ku takut mas Ismail tau dan marah padaku, karena aku telah berjanji padanya akan selalu setia dan berusaha menjadi istri yang baik untuknya.

Adelia sayang…..
kemarin mas berniat menemuimu sebagai lelaki yang akan melamarmu seperti janji ku 3 th yang lalu. Dan janji mas pada ayahmu. Tapi ternyata takdir izinkan mas menemuimu sebagai seorang sahabat yang menghadiri pesta pernikahan sahabatnya.. mas tak menyangka, jujur mas sangat kecewa .. tapi.. cinta memang tak harus memiliki.
Mas turus bahagia delia, semoga kau selalu bahagia bersamanya.
                            Mada          
Sekali lagi kuteringat kenangan kenangan bersamanya, perjuanganku dulu bersamanya dan janji itu. maaf kan aku Mada, aku tak berniat, ini bukan kemauanku, kuharap kau dapat mengerti. sungguh ku ingat raut wajah Mada saat hadiri pesta pernikahanku. Matanya basah dan terlihat sangat sedih. Akupun tak bisa berbuat apa-apa. Tapi kuyakin ini adalah yang terbaik untuk semua. Kuharap dia dapat memaafkanku dan dapat memulai kehidupan baru yang bahagia bersama orang lain.
 Waktupun terus berlalu. Aku pun kini hamil anak mas Ismail, dan Mada juga telah aku pertemukan dengan mas Ismail. Ku ceritakan  semua bahwa dia adalah sahabat terbaikku semasa kuliah dulu. Tapi ku sepakat dengan Mada tuk tak bilang janjinya melamarku dan penolakan yang telah dilakukan ayahku, bahkan tentang cincin tunangan yang aku terima dulu. Tuk menjaga perasaan mas Ismail dan keutuhan keluargaku.
Kini kami bertiga adalah keluarga. Semoga ku tetap bisa menjaga keluargaku. Mas Ismail, calon ayah dari anakku, dan Mada, calon Om dari anakku.

                                             

Gianyar, 31 Oktober 2015







Najwa Azahra
Karya Nita

Namaku Najwa, Teman-temanku meninggalkanku, meraka takut berteman denganku. Bahkan keluargaku pun memperlakukan aku secara berbeda. Meraka menganggapku gila. Ya aku memang gila.
Terkadang aku bosan berdiam diri dikamar ini setiap hari. Kamar ini tertutup rapat dan sudah sangat pengap bagiku. Salahku juga aku selalu mengamuk dan marah jika ada seseorang yang berusaha masuk dan membersihkan kamar ini. bahkan aku sudah lupa dan tak ingat lagi kapan aku terakhir keluar dari rumah ini. Yang bisa aku ingat kalau tidak salah 3 tahun yang lalu aku berlalu-lalang keluar masuk rumah untuk pergi bermain, berkencan dan kuliah. Namun sekarang aku terkurung dalam kamar dan hanya sekali-kali aku keluar. Aku sebenarnya bingung, apa yang terjadi padaku?. Sedih. Rindu. Benci. Marah. Semua rasa aku rasakan dalam satu waktu yang bersamaan. Aku sangat tertekan. Aku bahkan sudah tak memiliki semangat hidup lagi. Kadang aku berpikir rasanya ingin pergi jauh. Mengakiri hidup, toh aku sudah dianggap tak ada. Meraka semua menganggapku gila, mereka semua tak ada yang dapat mengerti persaanku. Mereka terlalu egois. 
Mama dan keluarga besarku  menyangka aku mengalami gangguan jiwa sehingga aku tidak diperbolehkan keluar kamar. Padahal aku tau aku tak benar-benar gila hanya saja aku tak mau membela diri atas penilaian mereka padaku. karena aku tau pendapatku tak pernah benar dimata mereka terutama ayahku. Aku diam dalam sedih berkepanjangan dan aku bertingkah sesukaku dengan kehendak hati yang tak seharusnya. Dan jadilah akhirnya aku dianggap gila dan diasingkan didalam kamar ini. Semua kejadian ini tak mungkin terjadi tanpa sebab. Semua terjadi karena kedua orang tuaku. Dapatkah kau merasakan bagaimana rasanya, disaat kau mencintai seseorang lawan jenis terlalu berlebihan dan kau tak ingin meninggalkannya tiba-tiba kedua orang tuamu tak merestui hubungan itu?
Dan kau dipaksa untuk melupakan dan meninggalkannya. Apa yang kau rasa? Sedihkah? Bencikah? Marahkah? Dan yang pasti kau tidak akan merasa senang kan?.
Farel. Dia lelaki yang sangat aku cintai. Aku masih ingat aku bertemu dengannya semasa kuliah. Kami telah bersama selama 3 tahun. Bukan waktu yang singkat bagiku untuk memahaminya, suka dan duka telah kami lalui bersama. Bahkan telah kucurahkan segala kelebihan dan kekuranganku padanya begitu juga dia. Sanyangnya, hubungan manis kami ini tak direstui oleh kedua orang tuaku.
Ayahku memperlakukan Farel secara tidak baik. Selalu pandangan sinis dilemparkan ayah kepada Farel jika berkunjung ke rumah. Ayah selalu saja begitu, menghina dan merendahkannya dan menjodohkan aku dengan lelaki yang tidak aku suka. Kenapa? Dia anak orang kaya, baik dan punya masa depan cerah jika dibandingkan dengan Farel-ku yang hanya mahasiswa belum tentu nasibnya.
Ayah selalu mengatakan, “kau tidak akan bahagia dan akan hidup susah bersamanya”. Tapi... Taukah kalian yang dimaksud terlanjur cinta? Dan itu cinta tidak bisa diukur dan dibandingkan dengan apapun.  Itu yang aku rasakan pada saat itu. Sekali Farel selalu bertanya kebingungan padaku. Kenapa aku tetap memilih dia dan bukan pilihan orang tuaku. Dengan jengkel dan geram aku  menjawab. "Karena aku sayang kamu! Aku cinta kamu! Aku bisa gila tanpa kamu!" Dan dia akan terdiam lalu memelukku erat.
Bertubi-tubi tekanan batin dari keluargaku terutama ayahku  sendiri membuat aku tak tahan. Kemudian aku dan Farel merencanakan pernikahan sederhana dan didukung oleh orangtua Farel. Namun pada saat acara ijab kabul.  Entah darimana Ayah tahu rahasia yang telah ku jaga serapat mungkin. Ayah datang membawa beberapa tukang pukul dan menarikku secara paksa untuk berdiri sampai hijab yang kukenakan terlepas dan berantakan. Aku ditarik tidak seperti manusia melainkan anjing peliharaan. Beberapa tukang pukul itu dengan bruntal memukuli Farel padahal Farel tidak melakukan apa-apa. Bahkan terlihat olehku tukang pukul ayah sempat mendaratkan bogem mentah pada Ayah Farel. Aku tetap diseret dan ditarik secara paksa oleh Ayah. Keadaanku sudah berantakan dan sangat sok, jiwaku terguncang seketika. Aku sungguh merasa malu dilihat semua undangan dan teman-temanku.
Sesampai di rumah aku dikurung dan tak diperbolehkan keluar kamar. Makian, cacian dan kata-kata kotor mengalir deras, semuanya tambah menghancurkan hatiku . Katanya aku anak durhaka, anak tak tau diri, tak bisa diuntung, memalukan keluarga, anak sampah, binatang. Semua dia lontarkan padaku. Satu pertanyaan yang membekas dalam ingatanku. Sebenarnya aku ini anaknya atau bukan? Tapi sudahlah. Aku tak peduli lagi. Aku sudah merasa Tuhan tidak memperhitungkan aku lagi, tuhan tidak adil terhadapku. Bahkan aku mengutuk tuhan atas kejadian yang menimpaku. Ingin rasanya berlari ke ujung dunia menemui ajal. Namun apa? Lebih sakit dari itu aku rasakan. Aku sudah dianggap sampah dan gila oleh orang tua dan keluargaku. Entahlah aku tidak tau. Tapi tentu saja aku gila bila hidup dalam tekanan. Akirnya aku tau ternyata kedua orang tuaku sangat kecewa melihat kegilaanku ini terutama ayahku. ditambah lagi lelaki yang akan dijodohkan padaku memilih menikahi wanita lain.
Orang tuaku berusaha menyembuhkanku dan membawa aku berobat kemana saja dan itu sudah berlangsung 2 tahun lamanya. Tapi tidak berhasil menyembuhkanku. Karena aku memang tidak gila. 
Pada suatu hari tiba-tiba dari luar rumah terdengar adikku membuka gerbang. Aku segera mengintip dari celah jedela. Dan.... Itu? Farel? Apakah itu farel, masih ingatkah dia padaku?.  Ku lihat dia memberikan selembar kertas pada Aisyah adikku. Aku penasaran sekali. Apa itu. Farel? Ingin rasanya aku menjerit padanya dan berlari mendekatinya. Perasaan hati yang tak stabil memaksa aku untuk keluar dari kamar. Mataku langsung tertuju pada kertas yang baru dipegang Aisyah. Dengan kegilaanku ku tarik paksa kertas itu. Dan... Ingin rasanya aku menjerit. Kertas itu undangan pernikahan Farel dengan Sandra sahabatku dulu. Mereka akhirnya menikah?
"Tiiiiidaaakkk”, Jeritku sambil menutupi telinga dan aku berlari ke kamar. Dalam kamar aku masih menangis sejadi-jadinya. Tiba-tiba aku tersadar bahwa dalam undangn itu terselip secarik kertas putih. Ku tarik kertas itu dan ku amati ternyata tertuju padaku
Najwa azahra, kekasih abadiku..
Walau kita tak bersama tetapi hati kita akan selalu bersama. Perbedaanlah yang telah mencelakai hubungan kita. dan inilah takdir yang harus kita jalani. Ku harap kau datang ke pernikahanku. I love u, Zahra...
Aku tertegun. Airmataku tak tau sudah sebanyak apa. Aku tidak sadar ternyata kedua orangtuaku sudah ada di belakangku menangis terisak. Lalu Ayah memelukku. "Maafkan Ayah..." suaranya parau. Aku hanya diam beberapa menit kemudian aku menggeleng.
"Tidak maukah kau memaafkan kami? Terlalu beratkah kesalahan yang kami lakukan? Maaf! Kami sangat mencintaimu, kami hanya ingin yang terbaik untukmu sayang." Tangis Mama sambil memelukku.
Ku pandangi wajah tua kedua orang tuaku. Haruskah? Haruskah aku maafkan dua orang yang melukai aku ini? Tapi dia orang tuaku. Tapi dia juga yang menghancurkan masa depanku. Aku diam dan diam. Meraka adalah orang  yang merawatku dan membesarkan aku dengan seluruh hidupnya . Bisakah kuberi sedikit maaf ? Aku kasihan melihat mereka memohon mohon, aku langsung memeluk mereka.
"Ayah Bunda, ini sudah nasibku. Aku akan dewasa menghadapinya. Sudah ku ikhlaskan semua yang telah terjadi. Sekarang Ayah Bunda pergilah keluar biarkan aku tenang. Aku sudah memafkan dan merelakan." Kataku pelan.
Akirnya aku ditinggalkan dikamar ini sendiri. Aku tiada bosan membaca surat undangan itu berulang-ulang. Sedikit demi sedikit aku sudah mulai bisa berdamai dengan hatiku. Aku benar-benar sudah iklas dan merelakan.
Untuk apa aku memaksakan kehendakku? Biarlah. Yang jelas aku yang dianggap gila ini. Tau bahwa kehidupan Farel sekarang baik-baik saja. Dia akan bahagia bersama istrinya. Walau sejujurnya aku masih sayang, masih cinta, masih rindu pada Farel. Cinta ini jauh namun hati tetap menyatu. semua sudah lewat. Mulai sekarang aku akan berusaha melupakan semua itu, siapa tahu Tuhan memberi masa depan baru bagiku. Amin.


                                      Gianyar, 4 Oktober 2015


Tentang Penulis
Nita seorang perempuan sederhana yang lahir dari Ibu yang hebat pada tanggal 8 juni 1995. Merupakan seorang pemimpi, penuh semangat, suka tertawa, cinta damai dan kejujuran.
Mahasiswi jurusan Pendidikan Sastra dan Bahasa Indonesia Universitas Mahasaraswati ini sangat menyukai ragam musik tetapi tetap setia pada The Beatles dan Queen. Fans berat Spider Man tapi gak pernah bosan nonton Masha and The Bear. Suka warna coklat, bukan maniak games, dan rajin ngumpulin quotes dari film atau novel.
          Berharap suatu hari nanti bisa menjadi guru dan penulis terkenal. Sangat bermimpi mengunjungi paris.

Facebook: Senyum Syukur
Blog     :nitasirius.blogspot.com 
 Email       : nitasirius@gmail.com                                                                     
Pin BBM : 523AE4BF