Nita
Senyum Syukur
PERBEDAAN
DAN AIR MATA
Di
sajikan dalam kumpulan puisi dan cerpen
Prakata
Penulis
Bismilahiraman
nirahim
Saya
mengucapkan puji syukur dan limpah terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmatnya dan perkenan-Nyalah saya dapat menyelesaikan tugas
pembuatan Buku Sastra dalam mata kuliah Sanggar Sastra ini tepat pada waktunya.
Sehingga bisa dinikmati oleh pembaca yang budiman.
Saya
juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu IA Made Wedasuari yang sudah memberikan tugas pembuatan
buku sastra ini, sehingga saya dapat belajar dan berkreasi dalam menuangkan
bait-bait atau ide-ide cerita dalam bentuk kumpulan puisi dan cerpen
Tak
lupa saya juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga dan sahabat-sahabat saya
yang selalu mendukung dan mengerti kalau saya butuh waktu untuk sendiri dan
tenang saat sedang dalam proses menulis.
Akir
kata, pinta maaf juga saya sampaikan.
karena saya sadar bahwa buku ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu saya mengharapkan saran, kritik dan masukan yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan dimasa yang akan datang.
Salam cinta dari hati,
Nita
Daftar Isi
Judul
Prakata Penulis___
1.
Kumpulan Puisi___
a. Bersama dalam Perbedaan___
b. Kampus Hijau UNMASku___
c. Untukmu yang Berbeda dariku___
d. Pahlawan Pendidikan___
e. Rumput Ilalang___
2.
Kumpulan Cerpen
a. Perbedaan dan Air Mata___
b. Takdir Tuhan___
c. Najwa Azahra___
3. Tentang
Penulis___
PUISI
“Di
ujung pena ku ukir semua yang tak mampu terucap oleh bibirku”
Bersama
Dalam Perbedaan
Karya: Nita
Terinspirasi dari “MOP Papua Epen kah
Cupen toh – belajar membaca”
Kawan
semua….
Aku
bangga menjadi bagian dari ini semua
Bagian
dari negri yang begitu indah
Sungguh
indah dan mempesona
Begitu
mempesona hingga aku merasa takjub
Lihatlah disana….
Kita bersama-sama dalam perbedaan
Tapi jangan kau pandang
Perbedaan itu sebagai penghalang
Mari kita bersatu pandang untuk memujudkan
kemajuan negri ini
Kata
mereka kita terlalu berbeda…
Kau
putih sedang aku kurang putih
Aku
kriting sedangkan kau tidak kriting
Kau
tinggal dibarat negri ini sedangkan aku tinggal di timur negri ini
Kau
bilang budayamu lebih menarik
Dan
kukatakan budayaku juga tak kalah menakjubkan
Sudahlah
kawan…
Untuk
apa kita meributkan hal-hal yang tidak berguna
Kita
berada dalam negri yang sama
Dan
permasalahan yang sama pula
Permasalahan
ekonomi
Permasalahan
politik
Permasalahan
pendidikan
Bahkan
permasalahan agama seperti bom waktu yang siap meledak
Semuanya
membelengu dan mengikat negri ini
Mari
kawan….
Kita
bangkit dan bergerak
Singkirkan
perbedaan yang melekat
Mari
kita ikat perbedaan menjadi semangat
Semangat
yang membara
Semangat
yang tak pernah pudar hanya karena perbedaan yang melekat
Kita
tetap bersama walau kita berbeda
Gianyar, 24 oktober 2015
Kampus
Hijau UNMAS ku
Karya: Nita
Kapus
hijau kebanggaanku ….
Sungguh
sebelumnya aku tak menyangka
Sungguh
sebelumnya aku tak menduga
Sungguh
sebelumnya aku tak mengira
Aku
dapat menjadi bagian darimu
Darimu,
suatu tempat pencipta kaum intelektual
Pencipta
penerus-penerus bangsa
Yang
memajukan negeri tercinta ini
Kampus hijau semangatku ….
Kau tempatku menggali ilmu
Ilmu yang akan kupersembahkan pada bangsaku
Ilmu yang menuntun kehidupan ku kelak
Ilmu yang menjadi harapan orang tuaku
Walalu aku harus berpisah dengan mereka yang
ku cinta
Kampus
Hijau kehormatanku ….
Namamu
UNMAS
Yang
begitu elegan akan selalu kukenang
Akan
aku jaga kehormatanmu dengan baik
Karena
aku adalah bagian darimu
Darimu
yang begitu istimewa
Kampus hijau UNMAS ku
Tetaplah selalu berjaya dalam visi maupun misi
Dan selalu menjadi kampus
Yang menjadi kebanggaan dan semangat
mahasiswanya.
Gianyar, 21
November 2015
Pahlawan Pendidikan
Karya : Nita
Special puisi untuk hari guru tanggal 25
November 2015
Guruku
pahlawanku…
Tiada
kata yang dapat kuungkapkan untukmu
Tiada
bahasa yang dapat menyapaikan rasaku
Rasa
yang begitu mendalam
Untuk
semua pengorbanan dan pengabdianku
Sehingga
kami dapat seperti ini
Kami
dapat mengetahui banyak hal
Yang
sebelumnya tak pernah kami pikirkan
Guruku
…
Hanya rasa terimakasih dan kebanggaan
Yang dapat kami persembahkan
Berkatmu, tiada lagi kebodohan yang akan
membelengu kami
Tiada lagi sengsara yang mencengkram kami
Kami sadar Kebodohanlah yang akan melahirkan
sengsara
Guruku
…
Pepepatah
mengatakan kau adalah sosok yang di gugu dan ditiru
Sosok
yang menjadi panutan dan sumber inspirasi
Dan
kami ingin engkau tetap seperti itu
Maka
di hari besarmu ini
Kami
ingin menyampaikan rasa terimakasih yang berlebih
Maaf
hanya ini yang dapat kami persembahkan
Untuk
semua jasa-jasamu yang tak terkira
Selamat hari Guru
Untuk semua guru hebat yang ada
Gianyar, 23 November 2015
Untukmu
yang Berbeda Dariku
Karya: Nita
Untukmu
….
Seseorang
yang menggemgam erat salibmu
Taukah
kamu?
Aku
begitu bahagia bersamamu
Bahagiaku sangat sederhana
Sederhana
ketika aku melihat senyummu
Senyum
yang mampu membuat taman hatiku berbunga
Senyum
yang mampu menghilangkan kerinduan hati ini
Untukmu ….
Seseorang yang membuatku sedih menerima
kenyataan
Kenyataan yang membuatku membenci takdir
Takdir yang menjadikan aku dan kamu berbeda
Takdir yang menjadi jarak pemisah diantara
kita
Takdir yang memaksaku untuk menjatuhkan
pilihan
Pilihan yang tak pernah kuiinginkan
Piilahan kepada imanku atau hatiku
Untukmu
….
Taukah
kamu ?
Aku
begitu mencintaimu
Tapi
aku lebih begitu mencintai imanku
Begitupun
kamu adalah seseorang yang sangat memegang teguh imanmu
Haruskah
kita korbankan iman
Yang
telah mengajarkan banyak hal dalam kehidupan kita
Untukmu …
Aku pun
sama denganmu
Tak punya alasan kuat untuk meninggalkan
imanku
Dan kamu pun sama denganku
Tak punya alasan kuat untuk saling melepas
Melapas rasa yang kau dan aku
Yakini juga berasal dari pemilik iman
Untukmu
dan aku ….
Harus
sama-sama tau
Dan
mungkin di paksa untuk tau dan mengerti
Iman
kita sama hanya kita saja yang berbeda
Berbeda dalam banyak cara dan aturan
Untuk
itu kukatakan tetap pegang teguh imanmu
Begitu
pula aku yang akan selalu mematuhi imanku
Untukmu ….
Terimakasih untukmu
Yang memperbolehkan aku mengenal imanmu
Walau hanya melalui karaktermu
Gianyar, 12 November 2015
Rumput
Ilalang
Karya Nita
Dimata
meraka….
Aku
hanyalah rumput ilalang yang yang akan merusak keindahanmu
Dan
tak pantas tumbuh subur disampingmu
Bahkan
aku tak bisa menghindar saat angin ini saling mendekatkan
Aku
padamu, lalu mengajakku terbang dan melayang
Aku
hanyalah kecewa bagi mereka yang selalu bersamamu
Karena
aku hanyalah rumput ilalang kering ditengah rimbunnya daun hijaumu
Tolong
hentikan angin yang selalu membawaku dekat denganmu
Tolong
hentikan ….
Aku
begitu lelah ….
Mereka
semua dan banyak orang menghakimiku
Katanya
aku mengambil sesuatu darimu
Bahkan sampai hati mereka meneriaku
Katanya aku pencuri dirimu
Katanya aku merampasmu
Aku terkadang tidak begitu tahu
Sejak kapan mereka memilikimu
Akupun
terkadang tak benar-benar mengerti sesuatu
Tentang
cinta dan semua ini
Tentang
hati, aku kamu mereka dan dia sungguh tak benar-benar tau rahasianya
Ada yang membenarkan
Tentang aku, tentang kamu
Tuhan, dialah yang maha tahu segalanya
Tentang aku kamu mereka dan dia
Andai
saja mereka semua paham
Bahwa
dia tak pernah tau, tentang kita diwaktu dulu
Bahwa
dia tak pernah mengerti, tentang perjuangan yang sempat kita lalui
Bahwa
dia hanya merasa nyaman, denganmu yang kini tak pernah kekurangan
Tapi kalian sempat berangkulan
Mungkin pula mengucap janji masa depan
sedangkan aku ?
Tersenyum saja melihat dia dan kamu
Karena aku tahu, aku tak pernah benar-benar
memilikimu
Karena aku tahu, hanya tuhan yang pantas untuk
itu
Sungguh
tuhan menakdirkan kita
Untuk
belajar bersama
Menghadapi
mereka yang menghakimi
Menghadapi
mereka yang meneriaki
Tanpa
pernah tau, seperti apa kita dulu sebelum begini
Tanpa
mau mengerti ada rahasia yang tuhan miliki
Tuhan
bersama kita
Tepat
ketika kau mengucap janji di hadapannya
Gianyar ,8 november 2015
CERPEN
“Dapatkah cinta menyatukan dua hal
yang berbeda?”
Perbedaan
dan Air Mata
Karya Nita
Mungkin
sudah lebih dari puluhan kali aku menjejakkan kaki di sini. Di sebuah parkiran
motor yang tidak terlalu banyak motornya, namun mobilnya begitu membeludak
bahkan sampai meluber kejalanan. Beberapa orang mulai pada berdatangan meraka
tampak bersemangat dan ceria, para penjaja makanan juga terlihat bersemangat
pagi ini. Mereka mulai menata dan merapikan barang dagangannya, sesekali mereka
terseyum dan berbincang ketika beberapa orang itu menyapa atau sekedar
berbasa-basi menegur.
Aku
beranjak turun dari motor, sesegera mungkin melepas helm, karena kapalaku
terlalu pening akibat terlalu lama mengenakan helm. Tiba-tiba dari belakang ada
yang menggandeng tanganku erat.
“Sayang, masuk yuk!” Ucapnya lembut. Mungkin
selembut kue sus kesukaanku yang dijual di kantin pojok gereja.
“Ihh..
bercanda aja kamu. Sana masuk dulu. Ibadah yang bener, aku tunggu di tempat
yang biasa. Nyanyinya jangan terlalu semangat, kasihan Tuhan. Suara kamu jelek
soalnya dan jangan lupa doain aku.” Aku meledeknya sambil bergegas menuju
kantin yang berada di pojok gereja. dia
tersenyum dan pergi masuk ke dalam gereja. Meninggalkanku sendiri di tempat
biasa setiap minggu pagi. Di pojok gereja ada satu kantin kecil, aku sering
duduk di sana dan menyapa seluruh penjualnya. Kita sudah cukup akrab, bahkan
mbak Minah sang punggawa pentolan pedagang, sudah hapal diluar kepala kalau aku
pasti memesan secangkir teh hangat lengkap dengan kue sus kesukaanku.
“Sabar
banget mbak Dela ini nungguin pacarnya.” Ucap mbak Minah sembari mengelap meja
di sebelahku.
“Iya
bu, Calon istri yang baik mah gini.” Jawabku.
“Calon
istri? Sudah yakin si masnya mau pindah?”
DEG!!
Aku tertohok dengan
pertanyaan mbak Minah. hatiku ciut seketika, rasanya bagai disambar petir
disiang bolong. Ucapan mbak Minah sungguh menghancurkan hatiku. Sebenarnya aku
sudah yakin hubungan ini tidak akan bertahan lama. Kita sama-sama sudah terlalu
mencintai agama kita sendiri. Dia itu anak Tuhan dan sangat memegang teguh
imannya. Kitab Injil sudah khatam dia baca setiap pagi, bahkan dia pernah
sangat merasa sedih ketika dia melewatkan ibadah paginya karena ada suatu
halangan. Dan aku gini-gini juga lulusan pesantren yang sejak kecil telah
tinggal dilingkungan islami . Walaupun orang tuaku dulu juga beragama Kristen,
tapi kini keluargaku menganut agama Islam yang bisa dibilang cukup fanatik.
Begitu juga dengan orang tuanya. Ayahnya dulu Islam sebelum pada akhirnya
pindah agama menjadi Kristen yang sangat taat.
Maka tak sulit bagi kita untuk saling
memperkenalkan diri walau berbeda agama di depan kedua keluarga kita. Kita
berlagak serius dan seolah-olah tak bisa hidup jika tak bersama, namun
sayangnya, di mata Tuhan kita tidak seserius itu bahkan tuhan telah mengatur
jalan hidup kita masing-masing.
Suatu
pagi, aku masih terlelap kelelahan karena di malam sebelumnya kita habis
mengunjungi salah satu pesta ulang tahun teman. Namun, tepat pukul setengah
lima pagi, dia menggoyang-goyangkan badanku.
“Sayang..
Dela cantik! Bangun dulu, subuhan dulu, udah adzan.” Ucapnya penuh kasih dan
tetap menggoyang-goyangkan badanku.
Sedangkan
aku yang mendengarkannya hanya terus pura-pura belum terbangun hanya agar bisa
mendengarkan suara parau manjanya lebih lama. Sebenarnya ingin aku segera
membuka mata, melihat dia yang baru bangun, lalu beraktivitas dan melewatkan
segala ibadah pagi. Ibadah pagiku, dan Ibadah paginya.
Walaupun
kita berbeda, dia selalu setia menyuruhku sholat. Begitupun aku yang selalu
setia mendampinginya berdoa tiap pagi. Aku bahkan sampai pernah khatam dengan
lirik lagu pujian Tuhan yang dia dendangkan setiap hari. Dan tanpa sadar, aku
pernah ikut bernyanyi. Lantas apa aku pernah merasa berdosa karena melakukan
itu? Tidak.
Aku pernah ikut Misa dengan nenekku di gereja,
meminum bir dan memakan roti. Pernah juga aku ikut berdoa di pura Hindu bersama
kakak Iparku, sebelum pada akhirnya dia yang ikut berdoa bersamaku di masjid.
Bagiku, melihat cara mereka beribadah, adalah salah satu cara aku bersyukur
kepada Tuhan bahwa ternyata ada banyak sekali cara yang bisa dilakukan untuk
tak berhenti memujaNya dan selalu mengingatNya disaat suka maupun duka.
Suatu malam, sehabis kita makan malam, aku
cukup telat pulang ke kosannya. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 10. Dia
sedang tidur-tiduran di kosannya, sedangkan aku buru-buru mengambil air Wudhu
untuk sholat Isya. Begitu aku keluar dari kamar mandi, sajadah dan mukenah
sudah disiapkan begitu rapih. Aku menatapnya, dan ia tersenyum kecil sambil
tetap mengerjakan sesuatu di laptopnya.
Sudah menjadi kebiasaan bagiku jika disetiap
akir sholatku. Aku selalu memohon dan berdoa kepada Allah dan biasanya aku
mengucapkannya dengan suara keras karena aku berpikir dengan memohon dan berdoa
seperti itu doa kita akan cepat sampai dan terkabul Namun karena tidak mau
terlalu mengganggu pacarku, aku tetap mengucapkannya sepelan mungkin.
“Bi Allaihim Walad Dholin…” Ketika aku selesai
membaca Al-Fatihah untuk mengakiri doaku, tiba-tiba aku mendengar sautan dari
belakang.
“Amin..”
Aku
sempat terkejut, aku sempat terdiam sebentar, aku benar-benar terbata. Aku
tidak tahu apa yang ia sedang lakukan di belakangku sekarang. Konsentrasiku
hilang. ternyata dia ada di belakangku mengaminkan. Aku bahagia– sekaligus
tidak percaya. Aku langsung membaca surat Kulhu dan An-nas saja supaya cepat
menyelesaikan doaku ini. lalu aku langsung menengok kebelakng.
“Assalamualaikum,
..” Katanya dengan senyum ramah .
Mendengar
itu, tanpa sadar ada beberapa air mata turun di kedua mataku. Entah aku tengah
merasakan apa, ini baru kali pertama aku menangis setelah sekian lama. Air mata
itu turun begitu saja tanpa ada emosi tergambar di wajahku.
Dengan
cepat aku langsung menghampiri dan dan duduk berhadapan dengannya. dia
tersenyum dam menggenggam erat tanganku.
“Aku pernah menemani kamu Sholat di Mushola
kecil kampus kita dulu. Lalu setelah
selesai sholat, kau sempat berdoa dulu sedangkan mereka langsung keluar. Dan
kau tahu apa yang mereka ucapkan? Mereka memujimu, memuji caramu berdoa, caramu
melafalkan dan melantunkan doa-doa itu, mereka bilang suaramu sangat merdu. Aku
sangat iri, Del. Sakit hati sekali. Seakan mereka lebih mengerti kamu ketimbang
aku. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang mereka puji darimu. Bagaimana
bisa? Aku kan pacarmu! Ternyata aku benar-benar pacar yang tidak berguna!”
Ucapnya yang semakin erat menggenggam tanganku, matanya berkaca-kaca.
“Aku bahagia berada didekatmu saat ini. Kamu
juga pasti bahagia mencoba bernyanyi memuji Tuhanku di gereja nanti.” Tambahnya
parau.
Aku terdiam.
“Kenapa kita harus berbeda, Dela?”. Kini
suaranya menjadi tambah parau terlihat bulir-bulir air mata jatuh dipipinya,
begitupun denganku tangisanku tak bisa kubendung. Tapi ia semakin erat
menggenggam tanganku.
Malam itu, kita berdua tetap duduk
berhadapan hingga larut malam. Aku masih
di atas sajadahku dengan mukenah yang belum terlepas, dia masih memakai peci
dan sarung yang entah di dapat darimana. Seakan di tempat aku sering bersujud
dan bersimpuh dalam doa ini, kita mengadu kepada Tuhan yang sama, meminta
diizinkan untuk bisa hidup bersama. Namun sayangnya, kita tetap berbeda dan
selamanya tak akan dapat menyatu.
Dua tahun kemudian.
Di depan gereja tempat aku sering menemaninya dulu, aku melihat dia kini
tengah menggandeng tangan seseorang yang beragama sama, mereka masuk ke dalam
gereja dengan wajah bahagia dan berseri-seri. Melihat hal itu, aku ikut bahagia
tanpa terasa air mataku menetes jatuh. Aku sama sekali tidak merasa sedih,
bahkan aku sangat bahagia melebihi kebahagianku yang sebentar lagi juga akan
datang. Akhirnya ada yang menemaninya
beribadah. Akhirnya dia tidak menyanyi sendiri lagi. Akhirnya ada yang
menemaninya mengucapkan Amin pada doa yang sama. Aku menatapnya lama sekali,
sampai ia masuk ke dalam pintu gereja yang megah itu.
“Sayang! Kenapa Diam?, kamu menangis?”
Tiba-tiba ucapan seseorang di sampingku mengaggetkanku.
“Eh
iya, gapapa Mas, aku hanya terharu melihat pesangan pengantin baru di gereja
itu. Yuk Mas jalan lagi.” Jawabku.
Dan
kini, di depanku, tengah ada seseorang yang benar-benar tulus mengaminkan
segala doaku tepat satu shaf di depanku ketika aku bersujud.
Tuhan.
“Bolehkah
aku bertanya ? Kenapa manusia memanggilMu dengan nama yang berbeda-beda?,
Mengapa kau mempertemukan jika akirnya kita harus berpisah ?”
Mungkin Tuhan menjawab, untuk mengetahui
seberapa besar cinta umatKu pada Tuhannya masing-masing. Mungkin.. mungkin itu jawaban tuhan.
Gianyar, 3
September 2015
Takdir
Tuhan
Karya: Nita
Aku masih tidak percaya pada hari ini, aku masih
duduk di depan meja kecil dengan kaca besar, menatap tidak percaya pada diri
sendiri dan pada apa yang telah aku lakukan. Disamping ku tergeletak baju nan
indah untuk hari ini, ini hari istimewa , pernikahanku.
Aku
masih tidak percaya dengan keputusanku tempo hari , aku tidak percaya akan
secepat ini. Ketika datang seorang laki-laki yang secara tiba-tiba dan tidak
aku kenal masuk dalam hidupku. Dia adalah Ismail, laki-laki yang dijodohkan
ayah untukku.
Aku
masih duduk di depan meja kecil dengan kaca besar , menepuk nepuk pipi ,
bertanya apakah ini mimpi.
Aku menangis, tapi tidak tahu menangis karena apa,
siapa yang aku tangisi, mungkin diriku sendiri.
Ingatanku kembali berlari pada kejadian tiga tahun
yang lalu. Ketika kekasihku Mada datang untuk melamarku tetapi ayah menolak
hubungan kami dengan alasan bahwa kita berbeda. Ya, Mada berbeda agama
denganku. Akirnya Mada memutuskan untuk pergi meninggalkanku dan memintaku
untuk menunggunya, dia menyakinkanku akan kembali dan datang menjemputku bahkan
dia berjanji akan memenuhi semua permintaan yang ayahku ajukan.
Aku begitu mencintainya, maka akupun berjanji untuk
menunggunya, hingga akirnya ayah mengatur semua perjodohan ini. Aku tak bisa
menolak, aku tak ingin membuat ayah bersedih. Aku sadar, aku terlalu sering
menyusahkan ayah dengan menolak setiap laki-laki yang dijodohkan ayah untukku.
Sehingga kuputuskan untuk menerimanya.
“saya
terima nikahnya…” suara mas Ismail mengalun pelan menggetarkan hatiku, belum
selesai kalimat itu terucap, ku lihat ke arah luar sesosok lelaki berkemeja
batik memasuki halaman rumahku. Berdiri di bawah gapura kayu berhias janur
kuning melengkung.
Sekilas
kulihat wajahnya, seperti ku mengenalnya. tapi siapa? aku tak pernah bertemu
sebelumnya. tapi lagi-lagi pikiranku berkata, aku kenal dia, bahkan aku merasa
sangat dekat dengannya. Ah .. tapi semua itu tak terus ku pikirkan. Saat ini
semua mata terharu menangis, begitupun denganku. Tak kuasa ku sambut puluhan
tangan menjabatku, sekali lagi ku lihat lelaki berkemeja batik tadi. Tapi dia
tak mengucap selamat padaku, ku lihat dia pergi, siapa dia?
Malam
yang selalu terbayang kala ku masih remaja dulu terjadi sudah. saat aku harus
memberikan segalanya. Aku bersyukur karena aku bisa memberikan semua pada
Ismail, laki-laki yang baru saja menjadi suamiku. Waktupun berlalu begitu
cepat, mataku pun telah mulai terlelap dalam selimut berdua.
“yang
bangun udah jam 3, sholat tahajjud bareng yuk” dengan halus Ismail membangunkan
ku. Kamipun segera mandi dan sholat bersama.
“Mas Mail, aku ngantuk, tidur lagi yah..”
rengekku manja. “jangan… udah mau subuh, nanti aja setelah sholat. Sekarang
kamu buka kado dari temen-temen kamu ajah biar gak ngantuk”, ah ku pikir iya juga. ”iya Mas”.
Satu persatu kadopun ku buka bersama mas
Ismail. Mas aku keluar dulu ya..” ku iyakan saja karena ku lihat mata mas
Ismail sudah mulai jenuh melihat kado-kado itu.
Aku sempat takut, tapi semua lenyap saat mataku tertuju pada tumpukan kado di
sekelilingku. Di sudut kiri bawah kulihat kado berwarna biru. Warna biru adalah
warna kesukaanku. yah.. itu kado yang di
bawa laki-laki berbaju kemeja batik tadi. ku putuskan tuk membukanya lebih
dulu. Saat ku hendak membuka, entah kenapa hatiku bergetar, wajah laki-laki itu
kembali terbayang. Ah buatku bingung, akirnya kuputuskan untuk membuka kado
itu. Aku sangat penasaran dengan isinya. Saat ku buka ternyata di dalamnya
berisi kotak lagi, hingga kotak ke-5 barulah ku dapati sebuah kotak kecil
berwarna merah jambu bersinar. ku buka perlahan, ternyata isinya sebuah cincin
emas putih bermata berlian merah jambu. sungguh cantik. Siapa dia?? Di sudut
kotak terselip surat terlipat begitu kecil dan rapi.
Ku
baca surat itu..
“Adelia
sayang…
mas
menulis surat ini di atas kapal Sumba menuju Bali. Mas tulis sekarang karna mas
takut besok tak sempat. rencananya besok sesampainya di Bali, mas akan langsung
menemuimu. mas udah gak sabar ketemu adelia yang pasti sekarang tambah cantik.
Seperti janji mas 3 th yang lalu. Mas akan datang menjemput Adelia
dan memenuhi permintaan ayah . Kini tiba saatnya mas tepati janji itu. Mas
telah berpikir dan belajar banyak selama 3 th ini. bahwa islam adalah agama
yang baik dan mencintai kedamaian. Mas telah memutuskan memeluk islam karna
Allah dan Adelia
BERSEDIAHKAH
KAU MENJADI PENDAMPING HIDUPKU?
Pakailah
cincin itu lalu telfon aku. Jika tidak, tetap pakailah cincin itu tapi jangan
telfon aku.”
Mada
|
Deg!! Dadaku
rasanya seperti terhantam batu besar yang buatku ingin ambruk. Semua tenagaku
rasanya menghilang. Otakku serasa berhenti bekerja, fikiranku kosong. Rasanya
aku ingin berteriak sekecangnya tapi suaraku mendadak menghilang. Perasaanku
diliputi rasa bersalah. dia benar-benar datang. Aku bersalah karna tak sempat
mengabari pernikahanku bahkan aku menghkianati janjiku dengan menikah dengan
laki-laki pilihan ayahku . Dan Mada harus melihat sendiri aku bersama orang
lain. padahal dia datang tuk melamarku dia telah membuktikan janjinya pada
ayahku.
“loh ngapain yang? kok ngelamun gitu?”, tiba-tiba saja mas Ismail
mengagetkanku “hm.. gak Mas Mail, ada apa?” ku menatapnya sayu. ”ini aku
temukan surat di depan rumah, sepertinya buat sayank” ku ambil surat itu dari
tangan mas Ismail. Ku tundukkan kepala dan ku pasang wajah mengantuk dan
pucat agar mas Ismail menyuruhku mengambil wudhu’, aku pun keluar dan membaca
surat itu di kamar mandi. Dan ku harus kembali ingin menangis,, itu tulisan
Mada. “Apalagi ini??” Ku takut mas Ismail tau dan marah padaku, karena aku
telah berjanji padanya akan selalu setia dan berusaha menjadi istri yang baik
untuknya.
“Adelia sayang…..
kemarin mas berniat menemuimu sebagai lelaki
yang akan melamarmu seperti janji ku 3 th yang lalu. Dan janji mas pada
ayahmu. Tapi ternyata takdir izinkan mas menemuimu sebagai seorang sahabat
yang menghadiri pesta pernikahan sahabatnya.. mas tak menyangka, jujur mas
sangat kecewa .. tapi.. cinta memang tak harus memiliki.
Mas turus bahagia delia, semoga kau selalu
bahagia bersamanya.
Mada
Sekali lagi kuteringat kenangan kenangan bersamanya,
perjuanganku dulu bersamanya dan janji itu. maaf kan aku Mada, aku tak
berniat, ini bukan kemauanku, kuharap kau dapat mengerti. sungguh ku ingat
raut wajah Mada saat hadiri pesta pernikahanku. Matanya basah dan terlihat
sangat sedih. Akupun tak bisa berbuat apa-apa. Tapi kuyakin ini adalah yang
terbaik untuk semua. Kuharap dia dapat memaafkanku dan dapat memulai kehidupan
baru yang bahagia bersama orang lain.
Waktupun terus berlalu. Aku pun kini hamil
anak mas Ismail, dan Mada juga telah aku pertemukan dengan mas Ismail. Ku
ceritakan semua bahwa dia adalah sahabat terbaikku semasa kuliah dulu.
Tapi ku sepakat dengan Mada tuk tak bilang janjinya melamarku dan penolakan
yang telah dilakukan ayahku, bahkan tentang cincin tunangan yang aku terima
dulu. Tuk menjaga perasaan mas Ismail dan keutuhan keluargaku.
Kini kami
bertiga adalah keluarga. Semoga ku tetap bisa menjaga keluargaku. Mas Ismail,
calon ayah dari anakku, dan Mada, calon Om dari anakku.
Gianyar, 31 Oktober 2015
Najwa Azahra
Karya Nita
Namaku Najwa, Teman-temanku meninggalkanku,
meraka takut berteman denganku. Bahkan keluargaku pun memperlakukan aku
secara berbeda. Meraka menganggapku gila. Ya aku memang gila.
Terkadang aku bosan berdiam diri dikamar ini
setiap hari. Kamar ini tertutup rapat dan sudah sangat
pengap bagiku. Salahku juga aku selalu mengamuk dan marah jika ada seseorang
yang berusaha masuk dan membersihkan kamar ini. bahkan aku sudah lupa dan tak
ingat lagi kapan aku terakhir keluar dari rumah ini. Yang bisa aku ingat
kalau tidak salah 3 tahun yang lalu aku berlalu-lalang keluar masuk rumah
untuk pergi bermain, berkencan dan kuliah. Namun sekarang aku terkurung dalam
kamar dan hanya sekali-kali aku keluar. Aku sebenarnya bingung, apa yang
terjadi padaku?. Sedih. Rindu. Benci. Marah. Semua rasa aku rasakan dalam
satu waktu yang bersamaan. Aku sangat tertekan. Aku bahkan sudah tak memiliki semangat hidup lagi. Kadang aku
berpikir rasanya ingin pergi jauh. Mengakiri hidup, toh aku sudah dianggap
tak ada. Meraka semua menganggapku gila, mereka semua tak ada yang dapat
mengerti persaanku. Mereka terlalu egois.
Mama dan
keluarga besarku menyangka aku
mengalami gangguan jiwa sehingga aku tidak diperbolehkan keluar kamar.
Padahal aku tau aku tak benar-benar gila hanya saja aku tak mau membela diri
atas penilaian mereka padaku. karena aku tau pendapatku tak pernah benar
dimata mereka terutama ayahku. Aku diam dalam sedih berkepanjangan dan aku
bertingkah sesukaku dengan kehendak hati yang tak seharusnya. Dan jadilah
akhirnya aku dianggap gila dan diasingkan didalam kamar ini. Semua kejadian
ini tak mungkin terjadi tanpa sebab. Semua terjadi karena kedua orang tuaku.
Dapatkah kau merasakan bagaimana rasanya, disaat kau mencintai seseorang
lawan jenis terlalu berlebihan dan kau tak ingin meninggalkannya tiba-tiba
kedua orang tuamu tak merestui hubungan itu?
Dan kau dipaksa untuk
melupakan dan meninggalkannya. Apa yang kau rasa? Sedihkah? Bencikah?
Marahkah? Dan yang pasti kau tidak akan merasa senang kan?.
Farel. Dia
lelaki yang sangat aku cintai. Aku masih ingat aku bertemu dengannya semasa
kuliah. Kami telah bersama selama 3 tahun. Bukan waktu yang singkat bagiku
untuk memahaminya, suka dan duka telah kami lalui bersama. Bahkan telah
kucurahkan segala kelebihan dan kekuranganku padanya begitu juga dia.
Sanyangnya, hubungan manis kami ini tak direstui oleh kedua orang tuaku.
Ayahku
memperlakukan Farel secara tidak baik. Selalu pandangan sinis dilemparkan
ayah kepada Farel jika berkunjung ke rumah. Ayah selalu saja begitu, menghina
dan merendahkannya dan menjodohkan aku dengan lelaki yang tidak aku suka.
Kenapa? Dia anak orang kaya, baik dan punya masa depan cerah jika
dibandingkan dengan Farel-ku yang hanya mahasiswa belum tentu nasibnya.
Ayah selalu
mengatakan, “kau tidak akan bahagia dan akan hidup susah bersamanya”. Tapi...
Taukah kalian yang dimaksud terlanjur cinta? Dan itu cinta tidak bisa diukur
dan dibandingkan dengan apapun. Itu
yang aku rasakan pada saat itu. Sekali Farel selalu bertanya kebingungan
padaku. Kenapa aku tetap memilih dia dan bukan pilihan orang tuaku. Dengan
jengkel dan geram aku menjawab.
"Karena aku sayang kamu! Aku cinta kamu! Aku bisa gila tanpa kamu!"
Dan dia akan terdiam lalu memelukku erat.
Bertubi-tubi
tekanan batin dari keluargaku terutama ayahku
sendiri membuat aku tak tahan. Kemudian aku dan Farel merencanakan
pernikahan sederhana dan didukung oleh orangtua Farel. Namun pada saat acara
ijab kabul. Entah darimana Ayah tahu
rahasia yang telah ku jaga serapat mungkin. Ayah datang membawa beberapa
tukang pukul dan menarikku secara paksa untuk berdiri sampai hijab yang kukenakan
terlepas dan berantakan. Aku ditarik tidak seperti manusia melainkan anjing
peliharaan. Beberapa tukang pukul itu dengan bruntal memukuli Farel padahal
Farel tidak melakukan apa-apa. Bahkan terlihat olehku tukang pukul ayah
sempat mendaratkan bogem mentah pada Ayah Farel. Aku tetap diseret dan
ditarik secara paksa oleh Ayah. Keadaanku sudah berantakan dan sangat sok,
jiwaku terguncang seketika. Aku sungguh merasa malu dilihat semua undangan
dan teman-temanku.
Sesampai di
rumah aku dikurung dan tak diperbolehkan keluar kamar. Makian, cacian dan
kata-kata kotor mengalir deras, semuanya tambah menghancurkan hatiku .
Katanya aku anak durhaka, anak tak tau diri, tak bisa diuntung, memalukan
keluarga, anak sampah, binatang. Semua dia lontarkan padaku. Satu pertanyaan
yang membekas dalam ingatanku. Sebenarnya aku ini anaknya atau bukan? Tapi
sudahlah. Aku tak peduli lagi. Aku sudah merasa Tuhan tidak memperhitungkan
aku lagi, tuhan tidak adil terhadapku. Bahkan aku mengutuk tuhan atas
kejadian yang menimpaku. Ingin rasanya berlari ke ujung dunia menemui ajal.
Namun apa? Lebih sakit dari itu aku rasakan. Aku sudah dianggap sampah dan
gila oleh orang tua dan keluargaku. Entahlah aku tidak tau. Tapi tentu saja
aku gila bila hidup dalam tekanan. Akirnya aku tau ternyata kedua orang tuaku
sangat kecewa melihat kegilaanku ini terutama ayahku. ditambah lagi lelaki
yang akan dijodohkan padaku memilih menikahi wanita lain.
Orang tuaku
berusaha menyembuhkanku dan membawa aku berobat kemana saja dan itu sudah
berlangsung 2 tahun lamanya. Tapi tidak berhasil menyembuhkanku. Karena aku
memang tidak gila.
Pada suatu hari
tiba-tiba dari luar rumah terdengar adikku membuka gerbang. Aku segera
mengintip dari celah jedela. Dan.... Itu? Farel? Apakah itu farel, masih
ingatkah dia padaku?. Ku lihat dia
memberikan selembar kertas pada Aisyah adikku. Aku penasaran sekali. Apa itu.
Farel? Ingin rasanya aku menjerit padanya dan berlari mendekatinya. Perasaan
hati yang tak stabil memaksa aku untuk keluar dari kamar. Mataku langsung
tertuju pada kertas yang baru dipegang Aisyah. Dengan kegilaanku ku tarik
paksa kertas itu. Dan... Ingin rasanya aku menjerit. Kertas itu undangan
pernikahan Farel dengan Sandra sahabatku dulu. Mereka akhirnya menikah?
"Tiiiiidaaakkk”,
Jeritku sambil menutupi telinga dan aku berlari ke kamar. Dalam kamar aku
masih menangis sejadi-jadinya. Tiba-tiba aku tersadar bahwa dalam undangn itu
terselip secarik kertas putih. Ku tarik kertas itu dan ku amati ternyata
tertuju padaku
“Najwa azahra, kekasih abadiku..
Walau kita tak bersama tetapi hati kita akan
selalu bersama. Perbedaanlah yang telah mencelakai hubungan kita. dan inilah
takdir yang harus kita jalani. Ku harap kau datang ke pernikahanku. I love u,
Zahra...
Aku tertegun.
Airmataku tak tau sudah sebanyak apa. Aku tidak sadar ternyata kedua
orangtuaku sudah ada di belakangku menangis terisak. Lalu Ayah memelukku.
"Maafkan Ayah..." suaranya parau. Aku hanya diam beberapa menit
kemudian aku menggeleng.
"Tidak maukah kau memaafkan kami?
Terlalu beratkah kesalahan yang kami lakukan? Maaf! Kami sangat mencintaimu,
kami hanya ingin yang terbaik untukmu sayang." Tangis Mama sambil
memelukku.
Ku pandangi
wajah tua kedua orang tuaku. Haruskah? Haruskah aku maafkan dua orang yang
melukai aku ini? Tapi dia orang tuaku. Tapi dia juga yang menghancurkan masa
depanku. Aku diam dan diam. Meraka adalah orang yang merawatku dan membesarkan aku dengan
seluruh hidupnya . Bisakah kuberi sedikit maaf ? Aku kasihan melihat mereka
memohon mohon, aku langsung memeluk mereka.
"Ayah Bunda, ini sudah nasibku. Aku
akan dewasa menghadapinya. Sudah ku ikhlaskan semua yang telah terjadi.
Sekarang Ayah Bunda pergilah keluar biarkan aku tenang. Aku sudah memafkan
dan merelakan." Kataku pelan.
Akirnya aku
ditinggalkan dikamar ini sendiri. Aku tiada bosan membaca surat undangan itu
berulang-ulang. Sedikit demi sedikit aku sudah mulai bisa berdamai dengan
hatiku. Aku benar-benar sudah iklas dan merelakan.
Untuk apa aku
memaksakan kehendakku? Biarlah. Yang jelas aku yang dianggap gila ini. Tau
bahwa kehidupan Farel sekarang baik-baik saja. Dia akan bahagia bersama
istrinya. Walau sejujurnya aku masih sayang, masih cinta, masih rindu pada
Farel. Cinta ini jauh namun hati tetap menyatu. semua sudah lewat. Mulai
sekarang aku akan berusaha melupakan semua itu, siapa tahu Tuhan memberi masa
depan baru bagiku. Amin.
Gianyar, 4 Oktober 2015
Tentang
Penulis
Nita
seorang perempuan sederhana yang lahir dari Ibu yang hebat pada tanggal 8 juni
1995. Merupakan seorang pemimpi, penuh semangat, suka tertawa, cinta damai dan
kejujuran.
Mahasiswi
jurusan Pendidikan Sastra dan Bahasa Indonesia Universitas Mahasaraswati ini
sangat menyukai ragam musik tetapi tetap setia pada The Beatles dan Queen. Fans
berat Spider Man tapi gak pernah bosan nonton Masha and The Bear. Suka warna
coklat, bukan maniak games, dan rajin ngumpulin quotes dari film atau novel.
Berharap suatu hari nanti bisa
menjadi guru dan penulis terkenal. Sangat bermimpi mengunjungi paris.
Facebook: Senyum Syukur
Blog :nitasirius.blogspot.com
Email :
nitasirius@gmail.com
Pin BBM : 523AE4BF
|
|